MK Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Barito Utara, Dugaan Money Politik Disorot

HUKAM LOKAL POLITIK

PRADANAMEDIA/ PALANGKA RAYA – Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menggelar Pemungutan Suara Ulang (PSU) di dua Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Kabupaten Barito Utara. PSU akan dilaksanakan di TPS 01 Kelurahan Melayu, Kecamatan Teweh Tengah, serta TPS 04 Desa Malawaken, Kecamatan Teweh Baru.

Keputusan ini diambil setelah MK menemukan adanya pemilih yang menggunakan hak suara lebih dari satu kali dalam Pemilihan Bupati (Pilkada) Barito Utara. Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) sekaligus praktisi hukum, Suriansyah Halim, menegaskan bahwa putusan MK harus dijalankan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

“Amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang memerintahkan KPU untuk melakukan PSU ini berarti KPU menjalankan putusan pengadilan dengan alasan yang sah dan sesuai peraturan perundang-undangan,” ujarnya, Senin (24/2).

Selain itu, Suriansyah juga menyoroti dugaan praktik politik uang (money politics) yang diduga menjadi pemicu perselisihan suara dalam Pilkada Barito Utara. Menurutnya, jika terdapat bukti yang dapat diterima oleh Majelis Hakim MK, maka politik uang bisa menjadi salah satu faktor yang melatarbelakangi keputusan PSU.

“Jika terbukti ada politik uang yang menyebabkan perselisihan suara, maka itu bisa menjadi faktor pertimbangan. Namun, hal ini tetap bergantung pada fakta hukum yang dapat dibuktikan di persidangan,” tambahnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa politik uang tidak hanya berdampak pada sengketa hasil pemilu, tetapi juga bisa diproses sebagai tindak pidana. Pihak yang dirugikan dan memiliki bukti cukup dapat melaporkan dugaan pelanggaran tersebut.

Menurut Suriansyah, maraknya praktik politik uang dalam pemilu dipicu oleh berbagai faktor, seperti kondisi ekonomi, tingkat pendidikan, kualitas sumber daya manusia (SDM), kebiasaan masyarakat, serta lemahnya penegakan hukum dan sanksi bagi pelaku.

“Biasanya, politik uang terjadi karena faktor ekonomi, pendidikan, kualitas SDM, kebiasaan, serta kurangnya penegakan hukum dan sanksi yang tegas,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa sanksi bagi pelaku politik uang dapat berupa sanksi administratif hingga pidana. Jika terbukti bersalah, konsekuensinya bisa berupa pembatalan keikutsertaan dalam pemilu, hukuman penjara, serta denda bagi pemberi, penerima, maupun pihak yang terlibat. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *