
Jakarta – Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menghadiri Sarasehan Ulama yang digelar di The Sultan Hotel, Jakarta, pada Selasa (4/2/2025). Dalam acara tersebut, ia menjadi pembicara kunci dan menyoroti pentingnya menanamkan nilai-nilai toleransi sejak dini, terutama melalui lembaga pendidikan.
Dalam pemaparannya, Menag menegaskan bahwa toleransi harus dibangun secara autentik, bukan sekadar formalitas. Ia mengingatkan bahaya doktrinasi perbedaan yang dapat melahirkan kebencian di tengah masyarakat.
“Apa jadinya jika anak-anak kita sejak dini sudah didoktrin dengan perbedaan dan kebencian? Yang muncul bukanlah toleransi sejati, melainkan sekadar toleransi semu,” ujarnya.
Sebagai solusi, Nasaruddin mengusulkan penerapan kurikulum cinta dalam pendidikan agama. Konsep ini mendorong para pendidik untuk mengajarkan agama dengan penuh kasih, tanpa mencampuradukkan ajaran agama, tetapi tetap menjunjung tinggi sikap saling menghormati.
“Setiap guru agama harus mengajarkan keyakinannya dengan cinta. Tidak perlu menyatukan semua agama, karena itu bukan tujuannya. Yang penting adalah mengajarkan kebenaran dalam agama masing-masing tanpa menanamkan kebencian terhadap pemeluk agama lain. Inilah esensi dari kurikulum cinta,” tambahnya.
Menag juga mengutip ayat Al-Qur’an, Surah Al-Isra ayat 70, yang menegaskan bahwa semua manusia harus dimuliakan, bukan hanya umat Islam.
“Al-Qur’an menyatakan dengan jelas, ‘Walaqad karramna bani adam,’ yang berarti Allah telah memuliakan anak cucu Adam. Maka, sudah sepatutnya kita menghormati semua manusia, tanpa memandang agamanya,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa Al-Qur’an merupakan kitab suci yang paling menjunjung tinggi hak asasi manusia.
“Saya belum menemukan kitab suci lain yang begitu menekankan penghormatan terhadap kemanusiaan seperti Al-Qur’an,” tuturnya.
Sarasehan Ulama ini diselenggarakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bekerja sama dengan detikHikmah dan detikcom. Diskusi tersebut mengangkat tema “Asta Cita dalam Perspektif Ulama NU” dan dihadiri oleh ratusan ulama serta cendekiawan untuk mengupas visi Prabowo-Gibran dalam Asta Cita. (KN)
