**PRADANAMEDIA / PHNOM PENH – Ketegangan antara Kamboja dan Thailand kembali memuncak. Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, secara resmi mengirimkan surat kepada Presiden Dewan Keamanan PBB, Asim Iftikhar Ahmad, pada Kamis (24/7), meminta agar Dewan Keamanan mengadakan pertemuan darurat menyusul bentrokan bersenjata di perbatasan kedua negara.
Dalam surat tersebut, Hun Manet menyebut bahwa Thailand telah melakukan tindakan agresi serius terhadap wilayah Kamboja, yang dinilai mengancam perdamaian dan stabilitas kawasan. “Mengingat agresi militer yang sangat membahayakan ini, saya secara tegas meminta Dewan Keamanan PBB segera menggelar sidang darurat guna menghentikan agresi Thailand,” tulisnya, seperti dikutip dari AFP.

Sementara itu, pihak Thailand justru menuduh Kamboja sebagai pihak yang memprovokasi konflik dan menyebut tindakan Kamboja sebagai brutal, tidak manusiawi, dan penuh hasrat perang. Pemerintah Thailand menuding pasukan Kamboja meluncurkan artileri ke pemukiman dan infrastruktur sipil di kawasan perbatasan yang masih disengketakan.
Kronologi Versi Thailand
Juru Bicara Pemerintah Thailand, Jirayu Houngsub, menyerukan kepada komunitas internasional agar mengecam Kamboja atas serangan artileri yang dinilai membahayakan warga sipil. Menurut pernyataan Angkatan Darat Kerajaan Thailand, insiden bermula sekitar pukul 07.35 waktu setempat saat terdeteksi suara drone milik Kamboja, meskipun tidak terlihat secara visual.
Selanjutnya, enam tentara Kamboja dengan perlengkapan tempur lengkap—termasuk peluncur granat—dilaporkan mendekati pagar kawat berduri di depan pos militer Thailand. Militer Thailand mengklaim telah mencoba mencegah eskalasi dengan memberi peringatan suara, namun tentara Kamboja justru melepaskan tembakan terlebih dahulu.
Sekitar pukul 08.20, baku tembak terjadi. Sebagai respons, militer Thailand membalas tembakan dan mengerahkan enam jet tempur F-16 untuk menyerang sasaran militer Kamboja. Thailand menyebut dua roket dari pihak Kamboja menghantam wilayah permukiman di dekat perbatasan. Dalam pernyataan media sosial, militer Thailand menyebut Komando Daerah Militer Khusus Kamboja wilayah 8 dan 9 telah dihancurkan.
Imbas dari konflik ini, pemerintah Thailand segera menutup seluruh pintu perbatasan dengan Kamboja. Kedutaan Besar Thailand di Phnom Penh pun mengimbau warganya untuk segera meninggalkan wilayah Kamboja.
Kronologi Versi Kamboja
Di sisi lain, Kementerian Pertahanan Kamboja menyatakan bahwa justru Thailand-lah yang pertama kali melakukan agresi militer melalui serangan udara ke wilayah Kamboja. Juru bicara Kementerian, Maly Socheata, menyebut tindakan Thailand sebagai pelanggaran berat terhadap Piagam PBB, norma-norma ASEAN, serta hukum internasional.
Pihak Kamboja mengklaim bahwa jet tempur Thailand menjatuhkan dua bom di wilayah mereka pada Kamis pagi, saat ketegangan meningkat. “Tindakan yang tidak bertanggung jawab ini bukan hanya mengancam stabilitas kawasan, tapi juga merusak tatanan hukum internasional yang telah dibangun selama ini,” tegas Socheata.
Kamboja juga menegaskan kesiapan militernya untuk mempertahankan kedaulatan dengan segala cara yang diperlukan.
Bentrokan terbaru ini terjadi hanya sehari setelah Thailand menarik duta besarnya dari Phnom Penh, menyusul insiden ledakan ranjau di wilayah perbatasan yang melukai seorang tentaranya. Sebagai balasan, pemerintah Thailand juga mengusir Duta Besar Kamboja dari Bangkok. (RH)
