KPK Usut Dugaan Korupsi Kuota Haji Khusus 2024, DPR Soroti Kinerja Kemenag Era Menag Yaqut

HUKAM NASIONAL

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini tengah mendalami dugaan praktik korupsi terkait pengalokasian kuota haji khusus tahun 2024. Penyelidikan tersebut sudah memasuki tahap pemanggilan sejumlah pihak untuk dimintai keterangan.

“Sebagai bagian dari proses penyelidikan, KPK telah mengundang dan meminta keterangan dari beberapa pihak yang dianggap memiliki informasi relevan,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (20/6), dikutip dari awak media.

Meski demikian, KPK belum mengungkap secara terbuka siapa saja yang telah diperiksa. Budi hanya menegaskan bahwa seluruh informasi dan keterangan yang dikumpulkan akan digunakan untuk mendalami konstruksi kasus yang tengah ditangani.

“Mari kita ikuti proses hukum yang sedang berjalan. Saatnya nanti akan kami sampaikan perkembangan lengkapnya,” tambah Budi.

Penyelidikan Gratifikasi dan Sorotan DPR

Sebelumnya, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, telah mengonfirmasi bahwa penyelidikan kasus ini berkaitan dengan dugaan gratifikasi dalam penentuan kuota haji khusus tahun 2024, yang terjadi di masa kepemimpinan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

Isu ini bukan baru mencuat, sebab pada 10 September 2024, KPK juga telah menyatakan siap mengusut potensi penyimpangan dalam pengisian kuota tambahan. Tujuannya, untuk menjamin proses yang adil dan bersih dari korupsi dalam pelayanan ibadah haji.

Pansus Haji DPR: Banyak Kejanggalan

Persoalan kuota haji khusus ini juga mendapat sorotan tajam dari DPR RI. Pada periode 2019–2024, DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) Haji guna mengevaluasi berbagai kejanggalan dalam penyelenggaraan haji 2024.

Pansus menyoroti pembagian kuota tambahan sebanyak 20.000 jemaah yang diberikan oleh pemerintah Arab Saudi. Kementerian Agama menyatakan pembagian kuota dilakukan secara merata, yakni 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus. Namun, anggota Pansus, Marwan Jafar, mengklaim memperoleh informasi bahwa Saudi tidak pernah menentukan komposisi pembagian tersebut.

Selain itu, muncul dugaan adanya keberangkatan 3.503 jemaah haji khusus tanpa melalui antrean resmi. Padahal, seharusnya mereka baru bisa berangkat pada 2031. Tak hanya itu, Pansus juga menyoroti standar pelayanan, seperti dapur katering yang dianggap tidak layak dan diduga menjadi bagian dari permainan antara vendor dengan Kemenag.

Rekomendasi DPR untuk Pembenahan Haji

Menanggapi temuan tersebut, DPR melalui Ketua Pansus Haji, Nusron Wahid, memberikan sejumlah rekomendasi strategis:

  1. Revisi Regulasi – Perlunya pembaruan terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah serta UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, agar lebih adaptif terhadap dinamika pelaksanaan haji di Arab Saudi.
  2. Transparansi dan Akuntabilitas – Penetapan dan distribusi kuota haji harus dilakukan secara terbuka dan berdasarkan aturan yang jelas.
  3. Penguatan Fungsi Pengawasan – Negara diminta mengoptimalkan pengawasan terhadap penyelenggaraan haji khusus, termasuk melibatkan lembaga internal seperti Inspektorat Jenderal Kemenag dan BPKP.
  4. Peran Lembaga Eksternal – Jika diperlukan, pengawasan juga dapat diperluas dengan melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta aparat penegak hukum lainnya.
  5. Figur Menteri Agama ke Depan – Pemerintah ke depan diminta lebih selektif dalam memilih Menteri Agama, dengan mempertimbangkan kompetensi dalam mengelola dan mengawasi pelayanan ibadah haji secara profesional dan bebas dari konflik kepentingan. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *