**GLOBAL/ WASHINGTON DC – Pasar keuangan global terus menghadapi tekanan akibat kebijakan perdagangan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang berencana memberlakukan tarif impor baru pada Rabu (2/4). Kebijakan ini mendorong para investor untuk mengamankan aset mereka dalam bentuk emas, yang pada Senin (31/3) mencatat harga tertinggi sebesar 3.122,80 dolar AS (sekitar Rp 51 juta) per Troy Ounce atau sekitar 31 gram. Angka ini mengalami kenaikan lebih dari 40 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Faktor Pendorong Kenaikan Harga Emas Minat terhadap emas melonjak seiring meningkatnya ketidakpastian ekonomi global. Salah satu pemicu utama adalah perang dagang yang semakin memanas di bawah kepemimpinan Trump. Tarif impor baru yang diumumkan secara tiba-tiba serta reaksi balasan dari negara-negara mitra dagang utama AS menciptakan keresahan di kalangan pelaku bisnis dan konsumen.

Kepercayaan bisnis dan rumah tangga AS mulai menurun sejak awal tahun, diperburuk oleh kekhawatiran akan inflasi dan dampak tarif impor. Selain itu, meningkatnya ketegangan geopolitik, termasuk konflik di Gaza dan Ukraina, turut mendorong bank sentral di berbagai negara untuk meningkatkan cadangan emas sebagai langkah perlindungan aset.
Kontrak emas berjangka juga mencatat rekor baru pada Senin, hampir mencapai 3.157,40 dolar AS (sekitar Rp 52 juta) per Troy Ounce. Para analis menyebut emas sebagai aset aman yang dapat mendiversifikasi portofolio investasi sekaligus mengurangi risiko di tengah ketidakpastian global.
Namun, para pakar keuangan memperingatkan agar investor tetap berhati-hati dan tidak mengalokasikan seluruh modal dalam emas. Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas (Commodity Futures Trading Commission) mengingatkan bahwa harga logam mulia dapat sangat fluktuatif, dengan kenaikan tajam sering kali diikuti oleh koreksi signifikan.
Harga emas cenderung naik saat terjadi ketidakstabilan ekonomi dan geopolitik, memberikan keuntungan bagi penjual emas, namun tetap menyimpan risiko bagi investor yang masuk di harga puncak. (RH)
