Kejati Kalteng Tahan Kadiskominfosantik Seruyan, Diduga Korupsi Proyek Internet Rp2,4 Miliar

HUKAM LOKAL

PRADANAMEDIA / PALANGKA RAYA – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Tengah resmi menetapkan dan menahan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan jaringan internet dan intranet di Kabupaten Seruyan.

Kasus ini terjadi di Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan Persandian (Diskominfosantik) Kabupaten Seruyan pada tahun anggaran 2024. Proyek senilai Rp2,46 miliar yang dibiayai dari APBD Seruyan itu diduga sarat penyimpangan sejak tahap awal pelaksanaan.

Asisten Intelijen Kejati Kalteng, Hendri Hanafi, mengungkapkan bahwa penyidikan kasus ini telah dilakukan sejak awal September 2025. Dari hasil penyidikan, jaksa menemukan sedikitnya dua alat bukti kuat yang mengarah pada perbuatan tindak pidana korupsi.

“Kami telah menetapkan dua tersangka, yakni RNR selaku Kepala Diskominfosantik Seruyan dan F sebagai pihak penyedia jasa,” ujar Hendri, Kamis (23/10) sore.

Keduanya langsung ditahan selama 20 hari di Rutan Palangka Raya guna mencegah upaya melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya.

Asisten Pidana Khusus Kejati Kalteng, Wahyudi Eko Husodo, menjelaskan bahwa proyek jaringan internet dan intranet tersebut seharusnya diperuntukkan bagi seluruh perangkat daerah (SKPD) hingga tingkat kecamatan di Kabupaten Seruyan. Namun, prosesnya penuh kejanggalan.

“Penunjukan penyedia dilakukan sebelum anggaran tersedia. Bahkan, jaringan fiber optik sudah terpasang sebelum surat pesanan diterbitkan. Selain itu, topologi jaringan tidak sesuai dengan dokumen pesanan,” ungkap Wahyudi.

Hasil pengukuran teknis menggunakan Multi Router Traffic Grapher (MRTG) juga menunjukkan bahwa kecepatan jaringan yang terpasang jauh di bawah spesifikasi yang tercantum dalam kontrak. Kondisi itu berdampak pada terganggunya layanan publik di sejumlah instansi pemerintah daerah.

“Secara sederhana, jaringan yang seharusnya memperlancar komunikasi antarinstansi justru lambat alias lelet,” tambahnya.

Berdasarkan hasil audit Inspektorat Kalimantan Tengah, proyek tersebut menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai Rp1,57 miliar.

Kejati Kalteng memastikan proses penyidikan akan terus dikembangkan untuk menelusuri kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat. “Kami akan menindak tegas siapa pun yang terlibat, tanpa pandang jabatan,” tegas Hendri.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa pengawasan terhadap proyek-proyek digitalisasi daerah perlu diperketat agar tujuan transformasi digital pemerintah tidak tercemar praktik korupsi. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *