**PRADANAMEDIA / PALANGKA RAYA – Penyidik Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah (Polda Kalteng) terus mengembangkan penyidikan dalam kasus penyegelan pabrik milik PT Bumi Asri Pratama di Barito Selatan oleh sejumlah anggota organisasi masyarakat (ormas) DPD Grib Jaya Kalteng. Terkini, Polda menetapkan tiga tersangka tambahan, sehingga total tersangka dalam kasus ini kini berjumlah empat orang.
Kabid Humas Polda Kalteng, Kombes Pol Erlan Munaji, membenarkan informasi tersebut.
“Ada penambahan tiga tersangka dari anggota Grib Jaya Kalteng,” ujarnya, Senin (7/7).

Sebelumnya, satu orang berinisial R, yang merupakan Ketua DPD Grib Jaya Kalteng, telah lebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka. Bahkan, menurut Erlan, perkara R sudah memasuki tahap II, yakni proses pelimpahan tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan.
“Sudah tahap II sekitar dua minggu yang lalu,” jelasnya.
Kasus ini bermula dari aksi penyegelan yang dilakukan sejumlah anggota ormas Grib Jaya di pabrik PT Bumi Asri Pratama, yang kemudian viral di media sosial. Dalam video tersebut, terlihat spanduk bertuliskan “Pabrik dan Gudang Ini Dihentikan Operasionalnya Oleh DPD Grib Jaya Kalteng” terpampang di lokasi.
Sekretaris DPD Grib Jaya Kalteng, Erko Mojra, sempat mengklaim bahwa aksi tersebut merupakan bagian dari upaya membantu warga Barito Timur, yakni Sukarto bin Parsan, untuk menuntut haknya kepada perusahaan swasta (PBS) terkait wanprestasi atau cedera janji.
Menurut Erko, pihaknya bertindak atas dasar surat kuasa penuh yang diberikan Sukarto tertanggal 14 April 2024. Dalam pernyataannya, ia menjelaskan bahwa perusahaan tersebut belum melunasi pembayaran hasil pembelian karet senilai Rp 778 juta dan tuntutan total mencapai Rp 1,4 miliar lebih.
Perselisihan ini sendiri telah melalui proses hukum panjang dan telah diputus oleh berbagai tingkat peradilan, mulai dari Pengadilan Negeri Buntok hingga Mahkamah Agung Republik Indonesia. Putusan terakhir tertuang dalam Nomor 601 PK/Pdt/2019 tertanggal 9 September 2019, yang menguatkan putusan sebelumnya bahwa perusahaan bersangkutan memang melakukan wanprestasi.
Namun, tindakan penyegelan fasilitas usaha oleh ormas dinilai melampaui batas hukum, sehingga menimbulkan gangguan ketertiban umum dan mendorong aparat kepolisian untuk bertindak tegas.
Kasus ini mendapat perhatian luas, tidak hanya di tingkat daerah. Bahkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendorong penegakan hukum dan pembinaan terhadap ormas-ormas yang melakukan aksi sepihak di luar koridor hukum.
Sebagai respons lebih lanjut, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah telah membentuk satuan tugas khusus untuk menangani ormas yang dinilai berpotensi mengganggu ketertiban dan rasa aman masyarakat. (RH)
