
Jakarta – Mantan Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro, resmi diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) setelah dinyatakan bersalah dalam sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terkait kasus pemerasan terhadap tersangka anak Bos Prodia.
Keputusan ini diumumkan dalam sidang etik yang berlangsung di Bid Propam Polda Metro Jaya pada Jumat, 7 Februari 2025. Komisioner Kompolnas, Mohammad Choirul Anam, menegaskan bahwa AKBP Bintoro menerima sanksi PTDH dan tidak lagi berstatus anggota Polri.
“AKBP B (Bintoro) PTDH, dia resmi dipecat,” ujar Anam kepada awak media.
Bintoro langsung menyatakan banding atas putusan tersebut, sementara sidang etik terhadap mantan Kanit PPA AKP Mariana masih berlangsung karena masih ada belasan saksi yang harus diperiksa.
Sanksi Beragam untuk Polisi Lain yang Terlibat
Selain Bintoro, sejumlah anggota kepolisian lainnya juga telah menjalani sidang etik atas dugaan pemerasan dalam kasus ini.
- AKBP Gogo Galesung (mantan Kasatreskrim Jaksel) dan Ipda Novian Dimas dijatuhi sanksi demosi selama 8 tahun serta penempatan khusus (patsus) selama 20 hari.
- AKP Zakaria (Kanit Resmob) juga menerima sanksi PTDH, sama seperti Bintoro.
- Seluruh anggota yang dijatuhi sanksi telah menyatakan banding atas putusan tersebut.
Gugatan Perdata dan Pencabutan Laporan
Kasus ini mencuat setelah tersangka utama Arif Nugroho alias Bastian menggugat AKBP Bintoro dan rekan-rekannya secara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan tersebut menuntut pengembalian sejumlah aset mewah yang diduga diperoleh dari hasil pemerasan.
Namun, dalam perkembangan terbaru, gugatan tersebut telah dicabut, meski sidang etik terhadap para polisi yang terlibat tetap berlanjut.
Bintoro Bantah Tuduhan: “Semua Ini Fitnah”
Menanggapi putusan pemecatan dan tuduhan pemerasan senilai Rp20 miliar, AKBP Bintoro membantah keras keterlibatannya. Ia menegaskan bahwa kasus ini bermula dari pelaporan terhadap Arif Nugroho atas tindak pidana kejahatan seksual dan perlindungan anak, yang menyebabkan korban meninggal dunia di sebuah hotel di Jakarta Selatan.
“Saat olah TKP, ditemukan obat-obatan terlarang (inex) dan senjata api. Kami melakukan penyelidikan dan penyidikan sesuai prosedur, dan kasusnya telah P-21 (berkas lengkap),” jelas Bintoro dalam klarifikasi kepada wartawan, Minggu, 26 Januari 2025.
Bintoro mengklaim bahwa tuduhan pemerasan terhadap dirinya hanyalah bentuk fitnah dari pihak tersangka yang tidak terima dengan proses hukum yang berjalan.
“Karena kami tidak menghentikan perkara yang dilaporkan, pihak tersangka memviralkan berita-berita bohong soal pemerasan. Faktanya, ini semua fitnah,” tegasnya.
Dampak Kasus terhadap Institusi Polri
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan sejumlah perwira kepolisian yang memiliki kewenangan dalam penyelidikan dan penyidikan. Pemecatan dan sanksi yang dijatuhkan menunjukkan langkah tegas Polri dalam menegakkan disiplin dan menjaga integritas di mata masyarakat.
Namun, dengan banding yang diajukan oleh para pihak yang dijatuhi sanksi, publik masih menanti bagaimana akhir dari kasus yang mengguncang institusi kepolisian ini.
🔴 Apakah banding akan mengubah putusan? Atau justru membuka fakta baru dalam kasus ini? Kita tunggu perkembangannya. (KN)
