PANGKALAN BUN – Jauhari, seorang petani muda asal Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, berhasil mengembangkan budidaya alpukat di lahan seluas 2 hektare di Dusun Sungai Sintuk, Kecamatan Kumai. Pada panen keduanya, hasil sebanyak 460 kg alpukat ludes terjual dalam waktu kurang dari 24 jam.
Jauhari mengungkapkan bahwa dirinya terdorong untuk membudidayakan alpukat karena buah ini dikenal sebagai superfood yang kaya manfaat. Alpukat mengandung lemak sehat, protein, serat, serta berbagai vitamin dan mineral yang baik untuk kesehatan jantung. Selain itu, ia juga ingin mencari alternatif tanaman yang lebih menguntungkan dibandingkan perkebunan kelapa sawit.

“Sebelumnya, lahan ini saya tanami pohon karet, namun hasilnya kurang memuaskan. Akhirnya, sejak 2021, saya memutuskan untuk beralih menanam alpukat dengan berbagai varietas, seperti Miki, Aligator, Roro, dan Red Vietnam,” ujar Jauhari, Sabtu (25/1).
Perjalanan awal Jauhari dalam membudidayakan alpukat tidaklah mudah. Minimnya pengetahuan tentang teknik penanaman membuatnya mengalami kegagalan besar di tahap awal. Dari 1.000 bibit yang ditanam, 600 di antaranya mati akibat serangan jamur. Namun, ia tidak menyerah. Sebanyak 400 bibit yang tersisa terus dirawat dengan baik hingga akhirnya tumbuh subur dan menghasilkan buah dengan kualitas unggul.
“Saya belajar secara otodidak dan nekat mencoba. Alhamdulillah, seiring waktu saya bergabung dengan komunitas petani alpukat, dari sana saya banyak belajar dan bertukar pengalaman,” jelasnya.
Pada panen perdana di awal 2024, dari 300 pohon yang berbuah, Jauhari berhasil menghasilkan 2 ton alpukat yang dijual dengan harga Rp 25.000 per kg. Sementara itu, pada panen kedua di awal tahun ini, hasil panen mencapai 450 kg, dengan 426 kg di antaranya terjual dengan harga Rp 40.000 per kg.
Menurut Jauhari, kualitas alpukat yang dihasilkannya tergolong premium. Varian Miki memiliki berat rata-rata 500 gram per buah, sementara varian Aligator, Roro, dan Red Vietnam dapat mencapai 600 gram hingga 1 kg per buah.
“Kunci keberhasilan dalam bertani adalah kesabaran, ketekunan, dan pantang menyerah. Saya sempat mengalami banyak kegagalan, tetapi terus belajar hingga akhirnya bisa menghasilkan buah berkualitas tinggi. Semua ini juga tidak lepas dari dukungan istri tercinta yang memiliki hobi sama, yaitu bercocok tanam,” tambahnya.
Dengan penuh optimisme, Jauhari berencana terus mengembangkan kebun alpukatnya agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Kotawaringin Barat. (RH).
