Jamdatun: Banyak Pejabat BUMN dan BUMD Takut Ambil Keputusan, Kejaksaan Hadir untuk Mitigasi

NASIONAL PEMERINTAHAN

**PRADANAMEDIA/ JAKARTA — Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejaksaan Agung, Narendra Jatna, menyoroti fenomena kekhawatiran yang melanda kalangan pejabat pemerintah, termasuk di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dalam mengambil keputusan strategis. Kekhawatiran tersebut terutama dipicu oleh risiko hukum yang bisa timbul dari setiap langkah kebijakan.

“Kami melihat banyak pejabat di pemerintahan, BUMN, maupun BUMD yang ragu atau takut membuat keputusan penting karena khawatir berhadapan dengan persoalan hukum,” ujar Narendra dalam pernyataannya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (6/5).

Untuk itu, lanjutnya, Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara hadir memberikan pendampingan hukum melalui pertimbangan dan analisis terhadap kebijakan atau program yang akan dijalankan. Tujuannya adalah memitigasi risiko hukum serta mencegah terjadinya moral hazard—yakni sikap merasa aman karena merasa akan dilindungi, sehingga cenderung bertindak tanpa kehati-hatian.

“Moral hazard ini bisa berbahaya bagi tata kelola pemerintahan. Karena itu, kami hadir untuk memberikan semacam ‘resep hukum’ yang menjelaskan sejauh mana tingkat kepatuhan serta potensi risikonya,” kata Narendra.

Ia menegaskan bahwa pertimbangan hukum yang diberikan oleh Jamdatun bersifat preventif dan bukan untuk mencari kesalahan, melainkan untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil sesuai dengan koridor hukum dan prinsip kehati-hatian.

“Seperti halnya resep obat, kami berikan analisis dan rekomendasi hukum, tapi pelaksanaannya kembali kepada pihak yang meminta pendapat. Apakah mereka mengikuti anjuran kami atau tidak, itu hak mereka. Namun kami tetap menjalankan fungsi untuk mengawal pembangunan sesuai dengan visi dan arahan presiden,” tuturnya.

Pernyataan ini mencerminkan tantangan yang tengah dihadapi birokrasi Indonesia: keengganan mengambil keputusan akibat ketakutan hukum yang berlebihan (over-compliance). Di sisi lain, kehadiran Kejaksaan sebagai mitra strategis lewat Jamdatun menunjukkan pentingnya pendekatan hukum yang suportif, bukan semata-mata represif. Pendampingan hukum yang kuat dan solutif menjadi krusial untuk mempercepat pembangunan dan reformasi birokrasi yang lebih adaptif, transparan, dan berani mengambil keputusan demi kepentingan publik. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *