**PRADANAMEDIA / TEHERAN – Iran menyampaikan bahwa Amerika Serikat (AS) sebenarnya memiliki kekuatan untuk menghentikan perang yang tengah berkecamuk, cukup dengan satu tindakan sederhana: menelepon Israel dan meminta mereka menghentikan serangan.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Majid Farahani, pejabat Kantor Kepresidenan Iran, dalam wawancara eksklusif dengan awak media pada Jumat (20/6). Farahani menyebutkan bahwa peluang diplomasi masih terbuka, tetapi sangat bergantung pada sikap Washington terhadap sekutunya di Tel Aviv.

“Iran percaya pada jalan dialog, baik langsung maupun tidak langsung. Namun, tidak akan ada negosiasi selama Israel masih menggempur wilayah kami,” tegas Farahani. Ia menambahkan bahwa Presiden AS Donald Trump memiliki cukup pengaruh untuk menghentikan konflik hanya dengan satu panggilan telepon ke pemimpin Israel.
Ketegangan Terus Meningkat
Ketegangan antara Iran dan Israel meningkat tajam setelah serangan udara Israel dikabarkan menargetkan fasilitas peluncur rudal Iran. Iran pun membalas, menyebabkan dua orang terluka. Situasi ini memicu gelombang demonstrasi di Teheran. Ribuan warga turun ke jalan dalam aksi pro-pemerintah, sambil mengibarkan bendera Iran, Hizbullah, dan Palestina, serta membakar bendera AS dan Israel sebagai bentuk kemarahan publik.
Uranium dan Tekanan Barat
Dalam kesempatan yang sama, Farahani juga menegaskan bahwa Iran tidak berniat menghentikan program pengayaan uranium, meski terbuka untuk mengurangi level pengayaan. Ia menekankan bahwa program nuklir Iran bertujuan damai, walau sebagian besar dunia mencemaskan tingkat pengayaan yang mendekati level senjata.
Sementara itu, pembicaraan tingkat tinggi tengah berlangsung di Jenewa. Pertemuan tersebut mempertemukan Menteri Luar Negeri Iran dengan mitra mereka dari Inggris, Prancis, dan Jerman, serta Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa. Ini menjadi pertemuan tatap muka pertama sejak pecahnya perang Iran-Israel dua pekan lalu.
AS Masih Timbang Sikap
Pemerintah AS, menurut laporan Reuters, belum memutuskan apakah akan secara langsung terlibat dalam konflik. Presiden Trump menyatakan akan membuat keputusan dalam dua pekan ke depan. Farahani menilai tenggat waktu dua pekan itu hanya memberi “celah sempit” bagi tercapainya kesepakatan damai.
“Jika Amerika memutuskan untuk ikut serta dalam perang ini, maka semua opsi akan terbuka, dan seluruh pilihan kini berada di atas meja,” ujar Farahani memperingatkan.
Situasi terus berkembang, sementara dunia menanti langkah selanjutnya dari kekuatan besar dunia yang kini berdiri di antara dua pilihan: menyulut perang lebih besar atau membuka pintu menuju perdamaian. (RH)
