**GLOBAL/ TEHERAN – Pemerintah Iran kembali menegaskan penolakannya terhadap negosiasi langsung dengan Amerika Serikat terkait isu nuklir, meski Presiden AS Donald Trump berkali-kali menyuarakan keinginannya untuk membuka dialog langsung dengan Teheran.
Dalam pernyataan terbarunya, Trump mengklaim bahwa perundingan langsung akan lebih efektif karena mampu menjembatani pemahaman antara kedua pihak tanpa perantara. “Saya pikir itu akan lebih cepat, dan Anda bisa lebih memahami pihak lain dibandingkan jika menggunakan perantara,” ujar Trump, dikutip dari AFP.

Namun, Iran tidak tinggal diam. Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, dengan tegas menanggapi pernyataan Trump dan menyatakan bahwa negosiasi langsung “tidak ada artinya” jika disertai dengan intimidasi militer dan retorika ancaman yang bertentangan dengan Piagam PBB.
“Negosiasi langsung tidak relevan jika dilakukan dengan pihak yang terus mengancam kekerasan dan memiliki inkonsistensi internal,” tegas Araghchi dalam siaran resmi Kementerian Luar Negeri Iran. Meski begitu, ia menegaskan bahwa Iran tetap membuka ruang untuk diplomasi melalui jalur tidak langsung, asalkan dilakukan dengan itikad baik dan dalam kerangka saling menghormati.
Araghchi juga menegaskan bahwa Iran akan tetap mempertahankan kedaulatan dan kepentingan nasionalnya. “Kami serius dalam menempuh jalan diplomasi, namun kami juga siap menghadapi segala skenario, baik itu diplomatik maupun pertahanan,” ujarnya.
Sikap serupa disampaikan Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, pada Sabtu (5/4/2025). Ia menyatakan kesiapan Iran untuk berdialog, tetapi hanya dalam posisi yang setara dan tanpa tekanan. “Jika niat Anda benar-benar ingin berunding, mengapa dibarengi ancaman?” kata Pezeshkian mempertanyakan motif AS.
Sejak lama, negara-negara Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat menuduh Iran tengah mengembangkan senjata nuklir. Namun Iran bersikukuh bahwa program nuklirnya hanya bertujuan untuk kepentingan sipil, seperti energi dan penelitian medis.
Menanggapi meningkatnya ketegangan, Komandan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), Hossein Salami, menyatakan kesiapan penuh Iran dalam menghadapi potensi perang. “Kami tidak akan memulai perang, tetapi kami siap menghadapi segala bentuk agresi,” tegasnya kepada kantor berita IRNA.
Sebagai latar belakang, Iran sempat menandatangani kesepakatan nuklir penting pada 2015 yang dikenal dengan Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) bersama negara-negara besar dunia. Kesepakatan ini membatasi aktivitas nuklir Iran sebagai imbalan atas pencabutan sanksi. Namun pada 2018, Presiden Trump menarik AS dari perjanjian tersebut dan kembali memberlakukan sanksi keras, yang kemudian direspons Iran dengan mengurangi komitmen terhadap JCPOA.
Pada Senin (7/4/2025), Ali Larijani, penasihat senior Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, memperingatkan bahwa meskipun Iran tidak menginginkan senjata nuklir, mereka bisa saja mempertimbangkan opsi tersebut jika terus dihadapkan pada ancaman dan serangan. (RH)
