“Hutan Adat Dirusak, Komunitas Masukih Gunung Mas Tuntut Keadilan ke Dishut Kalteng”

LOKAL SOSIAL BUDAYA

PRADANAMEDIA / PALANGKA RAYA – Perwakilan Komunitas Adat Masukih dari Kecamatan Miri Manasa, Kabupaten Gunung Mas, mendatangi Kantor Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Kalimantan Tengah, baru-baru ini. Kedatangan mereka untuk menuntut keadilan atas dugaan perusakan hutan adat secara ilegal yang dilakukan oleh pihak tertentu di wilayah mereka.

Langkah itu diambil setelah laporan resmi masyarakat adat melalui Surat Damang Miri Manasa belum juga ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kabupaten Gunung Mas.

“Sampai saat ini belum ada tindak lanjut dari pemerintah daerah Gunung Mas. Karena itu, kami datang langsung ke tingkat provinsi untuk meminta kejelasan,” ujar Ferdison, perwakilan Komunitas Adat Masukih, seperti dikutip dari rilis tertulis Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (PW AMAN) Kalteng.

Menurut Ferdison, laporan tersebut berkaitan dengan aktivitas alat berat yang memasuki kawasan Hutan Adat Himba Antang Ambun Liang Bunga untuk melakukan penambangan emas ilegal.

Padahal, kawasan itu merupakan wilayah adat yang sah secara hukum, dan termasuk dalam 14 Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang telah diakui melalui Keputusan Bupati Gunung Mas Nomor 100.3.3.2/344/2023.

“Kami menolak keras segala bentuk aktivitas ilegal di wilayah adat. Kami ingin laporan ini segera ditindaklanjuti,” tegas Ferdison.

Ia menambahkan, pada 3 Februari 2025, masyarakat adat sebelumnya telah menyepakati bersama pelaku usaha agar kegiatan mekanis tidak dilakukan di kawasan hutan adat. Namun, pada 1 September 2025, pelaku usaha kembali menerobos wilayah adat setelah menyelesaikan aktivitas di lokasi lain yang sebelumnya disetujui masyarakat.

Ferdison mengungkapkan, setidaknya enam unit alat berat kini beroperasi di kawasan adat mereka dan masih aktif hingga saat ini.

“Secara hukum adat, kami sudah mengambil langkah. Namun, pelaku tetap mengabaikan keputusan adat,” ujarnya.

Sementara itu, Damang Miri Manasa, Tonadi D. Encun, membenarkan laporan yang diterima dari pengurus Hutan Adat Himba Antang Ambun Liang Bunga. Ia menilai tindakan tersebut tidak hanya melanggar kesepakatan adat, tetapi juga bertentangan dengan aturan kehutanan nasional.

“Wilayah ini tidak boleh digarap dengan alat mekanis. Semua aktivitas harus mengacu pada kearifan lokal. Pemerintah daerah maupun provinsi harus segera turun tangan,” tegas Encun.

Kasus ini menambah daftar panjang konflik antara masyarakat adat dan aktivitas ekonomi berbasis eksploitasi sumber daya alam di Kalimantan Tengah. Masyarakat adat berharap, pemerintah provinsi dapat bertindak tegas demi melindungi hak-hak hukum adat yang telah diakui negara. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *