**PRADANAMEDIA/ PALANGKA RAYA – Dunia pertanian di kawasan perkotaan seperti Palangka Raya dihadapkan pada berbagai persoalan, mulai dari keterbatasan lahan produktif hingga lonjakan harga pupuk yang membebani petani, terutama mereka yang bermodal kecil.
Menanggapi situasi ini, Pemerintah Kota Palangka Raya terus berupaya mengangkat produktivitas sektor pertanian melalui pendekatan inovatif. Pendekatan ini mencakup pemanfaatan teknologi, intensifikasi pelatihan, serta bantuan langsung kepada kelompok tani.

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kota Palangka Raya, Sugiyanto, menyebutkan bahwa sebagian besar petani di kota masih bertani dengan metode konvensional di lahan terbuka. Namun, tren penggunaan sistem pertanian modern seperti hidroponik mulai menunjukkan geliat, khususnya di kalangan petani muda.
“Mayoritas petani kita memang masih menggunakan metode tradisional, tapi sekarang sudah mulai ada petani milenial yang mengembangkan sistem hidroponik,” ujarnya, Selasa (10/6).
Untuk memperkuat ketahanan pangan, pemerintah kota juga rutin menyalurkan bantuan sarana produksi. Tahun ini, misalnya, kelompok tani menerima bantuan benih jagung pipil yang akan ditanam di lahan seluas tiga hektare. Program ini merupakan bagian dari strategi pengembangan komoditas strategis.
“Bantuan ini mencerminkan komitmen Pemko dalam menjamin ketersediaan pangan, khususnya komoditas jagung,” kata Sugiyanto.
Menurutnya, petani di Palangka Raya lebih cenderung menanam hortikultura dibanding tanaman pangan karena masa panennya lebih singkat, perawatan lebih mudah, serta dari sisi permodalan lebih menguntungkan.
Namun demikian, sejumlah tantangan masih membayangi. Salah satu hambatan utama adalah kondisi lahan yang umumnya marginal atau kurang subur, sehingga memerlukan teknik pengolahan tanah dan pemupukan yang lebih intensif. Ironisnya, harga pupuk yang terus meningkat justru menjadi beban tambahan yang menyulitkan petani untuk berproduksi optimal.
Selain itu, masalah pemasaran hasil pertanian juga belum terselesaikan sepenuhnya. Banyak petani masih bergantung pada tengkulak akibat belum tersedianya sistem distribusi yang terorganisir, seperti koperasi atau platform pemasaran digital.
“Pemasaran masih jadi persoalan serius. Tanpa sistem yang baik, petani kita sulit menjangkau pasar yang lebih luas,” ujarnya.
Sebagai langkah antisipatif, DPKP secara rutin menggelar pelatihan dan bimbingan teknis (bimtek) bagi kelompok tani, mencakup sektor pangan dan hortikultura. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan kapasitas petani agar mampu mandiri dan adaptif terhadap perkembangan teknologi.
“Dengan bimtek dan pendampingan yang konsisten, kami ingin membangun budaya bertani yang lebih terbuka terhadap inovasi,” pungkas Sugiyanto.
Melalui program pembinaan dan inovasi teknologi ini, Pemko Palangka Raya berharap para petani tidak hanya bertahan di tengah keterbatasan, tetapi juga mampu berkembang menjadi pelaku utama dalam mewujudkan pertanian urban yang tangguh, efisien, dan berkelanjutan. (RH)
