**PRADANAMEDIA / JAKARTA — Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), kali ini oleh seorang advokat bernama Viktor Tandasia. Gugatan tersebut diajukan pada Senin (28/7), dengan fokus pada Pasal 23 yang mengatur larangan rangkap jabatan bagi menteri, namun belum secara tegas menyebut larangan serupa bagi wakil menteri.
Viktor meminta MK memperjelas dan mempertegas bunyi pasal tersebut agar larangan rangkap jabatan juga secara eksplisit berlaku bagi wakil menteri (wamen). Menurutnya, hal ini penting untuk menghindari konflik kepentingan serta potensi kerugian negara, khususnya di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang komisarisnya dirangkap oleh sejumlah wamen.

“Hari ini saya resmi mengajukan permohonan uji materi atas Pasal 23 UU Kementerian Negara. Intinya, kami ingin agar larangan rangkap jabatan juga diberlakukan untuk wakil menteri, sama seperti menteri yang tidak boleh menjadi komisaris BUMN atau merangkap jabatan lain,” kata Viktor saat ditemui di Gedung MK.
Kekhawatiran soal BUMN Merugi karena Rangkap Jabatan
Viktor menilai bahwa posisi wakil menteri yang merangkap sebagai komisaris di BUMN berpotensi mengganggu fungsi pengawasan dan manajerial perusahaan negara, bahkan bisa berdampak pada kerugian negara. Karena itu, sebagai warga negara, ia merasa berkepentingan secara konstitusional untuk mencegah praktik rangkap jabatan tersebut terus berlanjut.
“Pertanyaannya, bagaimana peran komisaris yang juga merangkap jabatan wakil menteri bisa optimal? Ini yang saya lihat sebagai kerugian konstitusional yang harus dicegah,” tegasnya.
Minta MK Pertegas Amar Putusan
Dalam permohonannya, Viktor secara spesifik meminta MK menyatakan bahwa Pasal 21 dan Pasal 23 UU Kementerian Negara harus dimaknai secara konstitusional sebagai pelarangan bagi menteri dan wakil menteri untuk merangkap jabatan. Ia juga mengutip Putusan MK No. 80/PUU-XVII/2019 yang pernah menyentuh soal status jabatan wakil menteri.
Putusan tersebut menyatakan bahwa karena menteri dan wakil menteri sama-sama diangkat oleh presiden, maka larangan rangkap jabatan yang berlaku bagi menteri juga berlaku bagi wakil menteri. Namun sayangnya, dalam amar putusan MK tersebut tidak secara eksplisit menyebut larangan bagi wamen, sehingga menimbulkan celah interpretasi yang kini dimanfaatkan oleh pemerintah.
Istana Bantah Langgar Putusan MK
Menanggapi polemik ini, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menyatakan bahwa pemerintah tidak melanggar putusan MK karena tidak ada larangan eksplisit dalam amar putusan terkait wamen yang merangkap jabatan.
“Pemerintah tidak menyalahi putusan MK karena tidak ada amar yang menyebut secara langsung larangan bagi wakil menteri. Ini bukan hal baru, bahkan sejak dulu sudah ada wakil menteri yang juga menjabat komisaris,” ujarnya di Istana Kepresidenan, Rabu (23/7).
Hasan menambahkan bahwa selama ini tidak ada ketentuan hukum yang secara spesifik melarang wamen merangkap jabatan, meski sejumlah pihak menilai hal itu bertentangan dengan semangat good governance.
Rangkap Jabatan Dianggap Langgar UU BUMN
Padahal, larangan rangkap jabatan sejatinya juga diatur dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Pasal ini menyatakan bahwa anggota komisaris BUMN dilarang merangkap jabatan lain yang bisa menimbulkan benturan kepentingan, termasuk menjadi pejabat di instansi pemerintah atau organisasi yang didanai APBN/APBD.
Kendati demikian, praktik rangkap jabatan oleh sejumlah wakil menteri terus terjadi dan dinilai telah mengaburkan batas antara kepentingan negara dan kepentingan politik maupun pribadi. (RH)
