Jakarta – Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) dengan tegas menolak wacana menempatkan Polri di bawah institusi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Penolakan ini didasarkan pada amanah reformasi 1998, yang tertuang dalam TAP MPR Nomor VI dan VII Tahun 2000 serta keputusan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), yang memisahkan Polri dari TNI.
Sejarah Pemisahan Polri dan TNI
Sekjen GP Ansor, A. Rifqi al Mubarok, menegaskan bahwa keputusan tersebut merupakan simbol keberhasilan gerakan reformasi, yang mengarah pada supremasi sipil, penghormatan hak asasi manusia, dan penguatan demokrasi.
“Reformasi 1998 adalah tonggak penting demokrasi Indonesia. Salah satu capaian utamanya adalah memisahkan peran Polri dari TNI untuk membangun sistem keamanan yang lebih sehat dan demokratis,” ujar Gus Rifqi pada Senin (2/12/2024).
Ia menambahkan, pemisahan ini membuat Polri berfokus pada penegakan hukum dan keamanan dalam negeri, sementara TNI ditugaskan menjaga kedaulatan negara dari ancaman eksternal.
Risiko Menggabungkan Polri dan TNI
GP Ansor menilai mengembalikan Polri di bawah TNI akan menjadi langkah mundur yang berpotensi melemahkan demokrasi dan membuka peluang penyalahgunaan kekuasaan.
“Langkah itu akan mengaburkan fungsi institusi penegak hukum, melemahkan demokrasi, dan mengkhianati perjuangan reformasi,” tegas Rifqi.
Selain itu, pemisahan Polri dari TNI dianggap telah menghasilkan penegakan hukum yang lebih transparan selama lebih dari dua dekade.
Komitmen GP Ansor
Sebagai bagian dari Nahdlatul Ulama (NU), GP Ansor merasa bertanggung jawab menjaga cita-cita reformasi. Ketua Umum GP Ansor, H. Addin Jauharudin, menegaskan sikap organisasi untuk tetap memegang teguh prinsip-prinsip tersebut.
“Kami berdiri menjaga cita-cita reformasi dan memastikan supremasi sipil tetap menjadi pilar utama demokrasi Indonesia,” kata Addin.
Ia juga mengajak generasi muda untuk terus mengawal demokrasi dan memastikan perjuangan reformasi tetap relevan.
Pesan untuk Pemerintah
GP Ansor berharap Presiden Prabowo Subianto, yang dikenal menghormati Gus Dur, tetap berpegang pada semangat reformasi.
“Jangan pernah mundur. Indonesia membutuhkan komitmen kuat untuk mewujudkan negara yang adil, demokratis, dan sejahtera,” pungkas Addin.
Penegasan
GP Ansor menegaskan bahwa upaya menggabungkan kembali Polri di bawah TNI bukanlah solusi untuk memperkuat sistem keamanan, melainkan langkah yang justru merusak tatanan demokrasi yang telah diperjuangkan dengan susah payah sejak reformasi. (KN)
