Gerindra Usul Partai Politik Diberi Izin Kelola Badan Usaha: Solusi Pendanaan yang Akuntabel?

NASIONAL PEMERINTAHAN

**PRADANAMEDIA/ JAKARTA – Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani, mengusulkan agar pemerintah membuka peluang bagi partai politik untuk memiliki dan mengelola badan usaha sendiri. Langkah ini, menurutnya, dapat menjadi sumber pendanaan yang sah, transparan, dan berkelanjutan bagi kegiatan partai politik di Indonesia.

Dalam keterangannya di Kantor DPP Partai Gerindra, Ragunan, Jakarta Selatan, Rabu (21/5), Muzani menegaskan bahwa keberadaan sumber pendanaan yang akuntabel sangat penting demi mendukung fungsi partai politik, terutama dalam menjalankan pendidikan politik dan proses kaderisasi yang bertanggung jawab.

“Harapan kami sebagai partai yang melahirkan pemimpin bangsa di masa depan, negara perlu lebih serius memikirkan sumber-sumber pembiayaan yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan moral,” ujar Muzani.

Ia menilai, selama ini partai politik terlalu bergantung pada bantuan keuangan dari negara. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar parpol diberi ruang untuk membentuk badan usaha yang dikelola secara profesional, meskipun saat ini masih ada larangan dalam undang-undang yang membatasi partai untuk berbisnis.

“Apakah mungkin partai politik ke depan diizinkan memiliki badan usaha? Sekarang memang dilarang oleh undang-undang. Tapi kalau hal ini dimungkinkan, tentu bisa menjadi alternatif legal yang menopang kebutuhan internal partai,” tambahnya.

Muzani yang juga menjabat sebagai Ketua MPR RI menyebut, jika diatur secara ketat dan transparan, model ini dapat menjadi jalan keluar dari praktik pendanaan ilegal yang kerap membayangi dunia politik Indonesia.

Gagasan ini memunculkan diskursus baru mengenai reformasi pendanaan politik di Indonesia. Di tengah sorotan publik terhadap transparansi dan integritas partai politik, wacana legalisasi badan usaha partai bisa menjadi solusi jangka panjang, asalkan disertai dengan pengawasan ketat dan mekanisme akuntabilitas yang jelas. Namun, perlu kajian lebih lanjut agar tidak membuka celah konflik kepentingan dan penyalahgunaan kekuasaan. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *