**PRADANAMEDIA/ JAKARTA – Dugaan maraknya perputaran uang haram melalui jalur Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kembali menjadi sorotan tajam. Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Husein, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa praktik semacam ini bukan lagi perkara oknum semata, melainkan mencerminkan kerapuhan sistemik dalam pengawasan dan penegakan hukum.
“Uang haram yang diduga mengalir lewat Bea Cukai sangat banyak, dari korupsi saja sudah luar biasa banyak,” ujar Yunus dalam wawancara yang dikutip dari Podcast Gaspol! Media Kompas.com, Minggu (8/6).

Menurutnya, menuding “oknum” sebagai biang kerok tak lagi relevan karena jumlah pelaku yang terlibat sudah melebihi batas yang bisa dikategorikan sebagai kasus individual.
“Kalau cuma satu-dua orang, bisa disebut oknum. Tapi ini terlalu banyak. Kalau terlalu banyak, artinya ada yang salah dengan sistemnya,” tegas Yunus.
Pengawasan Lemah, Batas Halal dan Haram Kian Kabur
Yunus menyoroti lemahnya kontrol di level atas yang menyebabkan batas antara uang halal dan haram menjadi semakin kabur. Ia menyebut sistem pengawasan yang lemah dan penegakan hukum yang tidak tegas telah membuka ruang luas bagi praktik-praktik ilegal berkembang tanpa hambatan berarti.
“Contoh dari atasnya saja sudah tidak bagus. Kalau enforcement-nya lemah, ya susah bedakan mana yang halal dan mana yang haram. Akhirnya, praktik ilegal tetap hidup dan terus menjamur,” ujar dia.
Kritik Tajam terhadap Kinerja Antikorupsi: CPI Indonesia Mandek di Era Jokowi
Dalam kesempatan yang sama, Yunus juga menyinggung kinerja pemberantasan korupsi nasional, khususnya indeks persepsi korupsi (Corruption Perception Index/CPI) Indonesia yang stagnan selama satu dekade terakhir.
Ia bahkan berkelakar tajam, menyebut pemerintahan Presiden Joko Widodo gagal mendorong kemajuan signifikan dalam pemberantasan korupsi.
“Dari awal sampai akhir pemerintahan Jokowi, CPI kita tidak naik. Stabil sekali, dari skor 34 ke 37. Tapi tetap kalah dari Timor Leste,” ujar Yunus, menambahkan dengan nada sinis, “Pak Jokowi memang suka stabilitas, rupanya.”
Seruan untuk Reformasi Bea Cukai: Bukan Sekadar Ganti Pejabat
Sebelumnya, Yunus juga sempat mengomentari penunjukan Letjen TNI (Purn) Djaka Nugraha sebagai Dirjen Bea dan Cukai yang baru. Ia menilai penunjukan figur yang berani dan tegas penting, tapi menekankan bahwa reformasi kelembagaan lebih penting daripada sekadar pergantian orang.
“Penyelundupan dan aliran uang haram tidak akan berhenti hanya dengan ganti pejabat. Sistemnya yang harus dibenahi,” katanya. (RH)
