Dugaan Politik Uang di PSU Batara, Tim Gogo-Helo Siap Gugat ke MK

HUKAM LOKAL POLITIK

Pradanamedia/Muara Teweh –Salah satu penasihat hukum tim kampanye pasangan Gogo-Helo, Rusdi Agus Susanto, SH., mengapresiasi langkah tegas aparat penegak hukum dalam menetapkan tersangka atas dugaan politik uang dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Batara.

Dalam pernyataannya di Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya pada Senin (24/3), Rusdi mengungkapkan rasa terima kasih kepada penyidik yang telah bekerja secara profesional dalam menetapkan tiga tersangka terkait operasi tangkap tangan (OTT) praktik politik uang. Ia berharap kepolisian dapat segera menyelesaikan penyelidikan dengan transparan dan akuntabel.

Terkait pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Batara, Rusdi menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) gagal menjalankan tugas mereka sesuai amanat putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, adanya dugaan pembiaran terhadap praktik politik uang menyebabkan hasil PSU di dua Tempat Pemungutan Suara (TPS) tidak mencerminkan suara yang murni.

Rusdi menegaskan bahwa pihaknya akan mengajukan gugatan ke MK terkait hasil Pilkada Batara. “Kami menganggap PSU ini telah gagal, sehingga langkah berikutnya adalah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi,” ujarnya dengan tegas.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa MK sebelumnya telah memerintahkan PSU di TPS 01 Kelurahan Melayu, Kecamatan Teweh Tengah, dan TPS 04 Desa Malawaken, Kecamatan Teweh Baru. Putusan tersebut diambil karena adanya ketidakwajaran dalam hasil pemungutan suara, termasuk dugaan pelanggaran administratif, seperti pemilih tanpa KTP dan selisih suara dalam rekapitulasi.

Namun, dengan adanya OTT dugaan politik uang menjelang PSU, Rusdi menilai pelanggaran kali ini semakin serius. Ia menyebutkan bahwa praktik tersebut tergolong sebagai pelanggaran pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Menurut Rusdi, pihaknya telah mengantongi bukti berupa daftar nama 72 warga yang diduga menerima uang dari tim salah satu pasangan calon. Besaran uang yang diterima bervariasi, mulai dari Rp10 juta hingga Rp16 juta per orang. Salah satu saksi penerima uang bahkan mengungkapkan bahwa pemberian dilakukan dalam tiga tahap, dimulai sejak Desember sebelum putusan MK, dengan nilai total mencapai Rp16 juta per orang.

Meski demikian, dari 72 orang yang namanya tercantum dalam daftar, hanya tiga yang telah diperiksa oleh penyidik. Artinya, masih ada 69 orang lainnya yang belum tersentuh hukum, dan diduga tetap menggunakan hak pilihnya dalam PSU.

“Jika sebelumnya MK memerintahkan PSU karena ada 17 suara yang dianggap tidak sah, kini ada 72 suara yang patut dipertanyakan keabsahannya akibat dugaan politik uang. Siapa yang bisa menjamin kemurnian suara mereka?” ujar Rusdi.

Ia pun menuntut pertanggungjawaban dari KPU dan Bawaslu atas kegagalan penyelenggaraan PSU di Batara. “PSU ini gagal dilaksanakan dengan baik oleh KPU dan gagal diawasi oleh Bawaslu. Keduanya harus bertanggung jawab atas pelanggaran ini,” pungkasnya.

Rusdi memastikan bahwa timnya akan membawa persoalan ini ke Mahkamah Konstitusi untuk mencari keadilan terkait hasil PSU di Kabupaten Batara. (KN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *