Dirut Bank ‘Pusing’ Kelola Dana Rp 200 Triliun, Menkeu Purbaya: Itu Tantangan, Bukan Masalah

EKONOMI NASIONAL

PRADANAMEDIA / JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan pengalaman unik terkait kebijakan pemerintah yang menyalurkan dana deposito sebesar Rp 200 triliun ke perbankan nasional. Menurutnya, para direktur utama (dirut) bank-bank pelat merah sempat “pusing” menerima gelontoran dana jumbo tersebut.

Hal ini disampaikan Purbaya saat menjawab pertanyaan mengenai kemungkinan penambahan deposito di perbankan, setelah sebelumnya pemerintah mengalihkan dana Rp 200 triliun dari Bank Indonesia (BI) ke kelompok bank Himbara.

“Kalau ditanya apakah akan tambah lagi, ya nanti kita lihat kondisinya. Sekarang saja dirut bank sudah pusing. Coba tanya langsung ke mereka, ada yang bilang ‘aduh, dikasih duit banyak nih’. Saya sampai tepok jidat dengarnya,” ujar Purbaya sambil berkelakar dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (15/9).

Menkeu juga menuturkan, pada awalnya sejumlah bank justru tidak siap menerima dana sebesar itu. Bahkan ada yang hanya menyatakan sanggup menampung sekitar Rp 7 triliun. Namun, pemerintah tetap memutuskan untuk menyalurkan penuh dana Rp 200 triliun ke bank-bank pelat merah.

“Waktu mau saya salurkan, ada bank yang bilang hanya mampu serap Rp 7 triliun. Saya bilang, kasih saja ke mereka semua biar ikut mikir. Jadi bukan saya saja yang pusing, tapi mereka juga harus cari cara menyalurkannya,” jelasnya.

Purbaya menegaskan, pemerintah tidak akan menarik kembali dana tersebut dalam enam bulan ke depan. Menurutnya, posisi cadangan pemerintah masih cukup kuat di Bank Indonesia sehingga penyimpanan di bank umum tidak akan mengganggu keuangan negara maupun APBN.

“Dana Rp 200 triliun ini aman, tidak akan tiba-tiba ditarik. Jumlahnya sustainable, cukup untuk menopang perbankan sekaligus pembiayaan program pembangunan,” tegasnya.

Sebelumnya, pemerintah memutuskan menyalurkan dana deposito ke lima bank milik negara, yakni Bank Mandiri, BRI, BNI, BTN, dan Bank Syariah Indonesia (BSI). Langkah ini diambil untuk memperkuat likuiditas perbankan sehingga penyaluran kredit bisa meningkat dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Memang awalnya bank sempat bingung menyalurkan dana sebesar itu. Tapi perlahan, dana ini akan masuk ke kredit produktif dan membuat ekonomi bergerak,” ungkap Purbaya.

Ia menambahkan, dana Rp 200 triliun tersebut bukan berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) maupun Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA), melainkan bagian dari kebijakan strategis pemerintah untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *