GLOBAL/ WASHINGTON DC – Sejumlah anggota Partai Demokrat mendesak Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk membatalkan rencana larangan perjalanan terhadap 43 negara. Mereka mengecam kebijakan ini sebagai tindakan yang tidak bertanggung jawab, diskriminatif, serta berpotensi merugikan ekonomi dan keamanan nasional.
Presiden Trump sebelumnya telah menginstruksikan kabinetnya untuk menyusun daftar negara yang akan dilarang masuk ke AS, dengan tenggat waktu penyusunan hingga Kamis mendatang. Namun, kebijakan ini mendapat tentangan keras dari anggota Partai Demokrat, yang berpendapat bahwa langkah tersebut dapat merusak posisi global AS dan memperlemah hubungan diplomatik dengan sekutu.

Protes Keras dari Anggota Demokrat
Lebih dari 30 anggota Demokrat, termasuk Yassamin Ansari dan Brad Schneider, menandatangani surat keberatan yang dikirim ke Trump pada Rabu lalu. Dalam surat itu, mereka menegaskan bahwa larangan tersebut tidak memiliki dasar keamanan nasional yang jelas dan justru akan membawa lebih banyak dampak negatif dibandingkan manfaat.
“Tidak ada alasan mendesak yang membenarkan pelarangan massal terhadap warga dari begitu banyak negara,” tulis mereka, dikutip dari The Independent, Rabu (19/3). Mereka menambahkan, “Kewarganegaraan seseorang tidak dapat secara langsung dikaitkan dengan ancaman terhadap keamanan nasional kita.”
Yassamin Ansari, putri imigran asal Iran, mengungkapkan bahwa kebijakan larangan perjalanan serupa pada tahun 2017 telah memisahkan banyak keluarga. Ia mencontohkan pengalaman pribadinya, di mana neneknya yang berkewarganegaraan AS meninggal tanpa sempat bertemu kembali dengan saudara perempuannya akibat kebijakan tersebut.
“Larangan perjalanan Trump saat itu sudah kejam dan rasis. Kini, larangan baru ini semakin tidak masuk akal karena hanya akan merusak ekonomi, mengancam keamanan nasional, serta memberi amunisi bagi kelompok ekstremis,” ujar Ansari.
Senada dengan itu, Brad Schneider menganggap kebijakan ini sebagai langkah mundur yang berbahaya bagi AS.
“Dengan memilih isolasi dan kecurigaan yang tidak rasional, kita justru merugikan diri sendiri serta masa depan generasi mendatang,” tegasnya.
Dampak Ekonomi dan Keamanan Nasional
Selain dinilai diskriminatif, kebijakan ini juga dianggap dapat menghambat pertumbuhan ekonomi AS. Larangan perjalanan berpotensi mengurangi jumlah wisatawan, pekerja asing, serta mahasiswa internasional yang memberikan kontribusi besar terhadap ekonomi negara.
“Prosperitas Amerika bergantung pada keterbukaan, keamanan, dan kerja sama global, bukan pada kebijakan isolasi, ketakutan, dan diskriminasi terhadap orang luar,” tulis para anggota Demokrat dalam surat mereka.
Tak hanya itu, kebijakan ini juga dikhawatirkan dapat merusak hubungan AS dengan sekutu-sekutu penting. Beberapa negara yang berpotensi masuk dalam daftar larangan adalah mitra strategis yang selama ini menyediakan intelijen dan dukungan dalam upaya kontraterorisme. Para kritikus memperingatkan bahwa kebijakan semacam ini justru dapat mendorong negara-negara sekutu untuk semakin mendekat ke Rusia dan China.
“Penarikan AS dari panggung global, mulai dari Ukraina hingga pemotongan bantuan USAID, sudah mulai membuat sekutu-sekutu kita berpaling ke rival kita,” bunyi surat tersebut.
Kekhawatiran di Kalangan Akademisi
Rencana larangan perjalanan ini juga menimbulkan keresahan di dunia akademik, terutama di kalangan mahasiswa internasional. Beberapa universitas Ivy League telah mengeluarkan peringatan kepada para mahasiswa mereka mengenai potensi kesulitan dalam kembali ke AS setelah liburan musim semi.
Di Universitas Yale, dua profesor hukum bahkan memperingatkan bahwa mahasiswa internasional mungkin akan ditanyai terkait pandangan politik mereka, khususnya mengenai Palestina, yang berpotensi memengaruhi status visa mereka.
“Kami tidak dapat memberikan saran spesifik tentang bagaimana menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti itu,” tulis mereka dalam surat elektronik kepada mahasiswa. “Namun, Anda harus siap menghadapi situasi tersebut.”
Kasus terbaru yang memperkuat kekhawatiran ini adalah penahanan mahasiswa Universitas Columbia, Mahmoud Khalil, oleh Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE), setelah pemerintah AS mencabut kartu hijau miliknya.
Mantan Penasihat Keamanan Dalam Negeri untuk Wakil Presiden Mike Pence, Olivia Troye, turut mengkritik kebijakan ini.
“Sebagai seseorang yang pernah bekerja di Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS), saya sudah lama memperingatkan bahwa larangan perjalanan ini akan semakin diperburuk pada periode kedua Trump,” tulisnya di X (Twitter). “43 negara?! Apa alasan yang akan mereka gunakan kali ini?” imbuhnya.
Kesimpulan
Kebijakan larangan perjalanan yang diusulkan oleh pemerintahan Trump menuai kecaman luas, baik dari kalangan politik, akademisi, hingga aktivis hak asasi manusia. Selain dianggap diskriminatif, kebijakan ini dinilai bisa melemahkan posisi global AS, merusak hubungan diplomatik, serta berdampak negatif pada ekonomi dan keamanan nasional. Partai Demokrat mendesak pemerintahan Trump untuk segera membatalkan kebijakan tersebut sebelum menimbulkan dampak yang lebih luas dan merugikan kepentingan Amerika Serikat sendiri. (RH)

