**PRADANAMEDIA / JAKARTA — Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap sejumlah kejanggalan serius dalam data penerima bantuan sosial (bansos) yang diajukan oleh Kementerian Sosial (Kemensos). Salah satu temuan mencengangkan adalah adanya 27.932 pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terindikasi menerima bansos, meski secara status ekonomi tergolong tidak layak menerima bantuan tersebut.
“Dari satu bank saja, kami menemukan hampir 28 ribu pegawai BUMN yang tercatat menerima bansos,” ujar Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam pernyataannya di Kantor Kemensos, Jakarta, Kamis (7/8).

Tak hanya pegawai BUMN, PPATK juga menemukan 7.479 dokter dan lebih dari 6.000 pekerja eksekutif/manajerial yang masuk dalam daftar penerima bansos. Temuan ini memicu kekhawatiran serius mengenai validitas dan akurasi data penerima bantuan, yang seharusnya diprioritaskan bagi warga miskin dan rentan.
Lebih lanjut, dari 10 juta rekening yang diserahkan oleh Kemensos kepada PPATK, hanya 8.398.624 rekening yang berhasil diverifikasi sebagai penerima bansos aktif. Sisanya—sekitar 1,7 juta rekening—tidak menunjukkan indikasi bahwa bansos pernah diterima, menimbulkan dugaan bahwa data tersebut tidak valid atau disalahgunakan.
PPATK juga mencatat sekitar 60 penerima bansos memiliki saldo rekening di atas Rp 50 juta, namun tetap tercatat sebagai penerima bantuan. “Ini jelas menjadi perhatian. Bansos harus diberikan kepada mereka yang benar-benar membutuhkan,” tegas Ivan.
Pentingnya Validasi dan Evaluasi Berkala
Temuan PPATK ini memperkuat desakan publik dan parlemen terhadap Kemensos untuk meningkatkan sistem validasi data. Anggota Komisi VIII DPR, Maman Imanul Haq, menekankan bahwa validasi data harus dilakukan secara menyeluruh, terutama di tengah maraknya laporan penerima bansos yang juga terlibat dalam aktivitas judi online.
“Saya minta Kementerian Sosial memastikan data benar-benar valid sebelum mencoret nama penerima. Jangan sampai salah sasaran,” kata Maman, seraya mendukung langkah Kemensos yang telah berkoordinasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam verifikasi data terbaru.
Maman juga menilai, temuan terkait keterlibatan penerima bansos dalam judi online harus menjadi momentum untuk membersihkan program bantuan sosial dari penyalahgunaan, serta menghapus praktik judi daring secara menyeluruh di Indonesia.
“Pemerintah harus bertindak tegas terhadap judi online dan menghukum siapa pun yang terlibat. Tidak boleh ada ruang untuk judi di negeri ini,” tegasnya.
Evaluasi Bansos Bukan Sekadar Administratif
Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) sebelumnya telah menyampaikan bahwa pemerintah akan mengevaluasi data penerima bansos setiap lima tahun sekali. Ia menegaskan bahwa program bansos bukanlah program seumur hidup, melainkan bersifat sementara dan bertujuan memberdayakan.
Namun, temuan PPATK memperlihatkan perlunya penguatan sistem verifikasi dan pembaruan data secara berkala dan lintas sektor, agar bantuan sosial tidak jatuh ke tangan yang salah. (RH)
