China Ajak Jepang Bersatu Lawan Tarif AS: Seruan Li Qiang Hadapi Proteksionisme Trump

EKONOMI INTERNASIONAL

**PRADANAMEDIA/ BEIJING – Di tengah memanasnya tensi dagang global, Pemerintah China mengajak Jepang membentuk front bersama untuk melawan kebijakan tarif impor tinggi yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.

Ajakan ini disampaikan langsung oleh Perdana Menteri China, Li Qiang, melalui sepucuk surat resmi yang dikirimkan kepada Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba, melalui Kedutaan Besar China di Tokyo. Dalam surat tersebut, Li menekankan urgensi kolaborasi regional untuk menentang praktik proteksionisme yang dinilai merugikan stabilitas ekonomi Asia Timur.

Trump Naikkan Tarif, China dan Jepang Tertekan

Sejak Trump menerapkan tarif baru hingga 245 persen terhadap produk asal China, hubungan dagang antara dua raksasa ekonomi dunia itu kian menegang. Sebagai respons, China membalas dengan memberlakukan tarif sebesar 125 persen terhadap berbagai produk AS.

Namun dampak kebijakan ini tak hanya dirasakan oleh China. Jepang, sebagai sekutu dekat AS, turut terkena imbasnya. Produk-produk asal Negeri Sakura dikenakan tarif sebesar 24 persen, dengan tambahan 25 persen khusus untuk sektor otomotif—sektor vital yang menyumbang sekitar 20 persen dari total ekspor Jepang. Diperkirakan, potensi kerugian ekspor Jepang mencapai 17 miliar dollar AS atau setara Rp2.870 triliun akibat kebijakan ini.

China Peringatkan Negara Lain: Jangan Rugikan Beijing

Pemerintah China juga secara tegas memperingatkan negara-negara lain agar tidak gegabah membuat kesepakatan dagang dengan AS apabila perjanjian tersebut berpotensi merugikan kepentingan Beijing. Di sisi lain, AS juga tengah menekan negara-negara mitra agar tidak menjalin perjanjian perdagangan dengan China—bahkan Trump mengancam akan menerapkan tarif sekunder terhadap pihak-pihak yang dianggap melanggar.

Hubungan China-Jepang: Di Tengah Kepentingan Bersama dan Ketegangan Lama

Meski memiliki sejarah ketegangan, termasuk soal sengketa wilayah dan isu lingkungan seperti pelepasan limbah nuklir Fukushima, China dan Jepang tampaknya mulai melihat urgensi untuk memperkuat kerja sama ekonomi sebagai penyeimbang pengaruh Washington.

Sementara itu, dari pihak AS, Menteri Keuangan Scott Bessent dalam sebuah pidato mengakui bahwa eskalasi perang tarif ini tidak dapat dipertahankan dalam jangka panjang. Ia menyebut kemungkinan adanya upaya deeskalasi, meski menegaskan bahwa negosiasi formal antara AS dan China belum dimulai dan diperkirakan akan memakan waktu panjang. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *