Bubur Lambuk: Kuliner Ramadhan yang Menyatukan Umat di Kuala Lumpur

HIBURAN INTERNASIONAL

GLOBAL/ KUALA LUMPUR – Saat senja menyapa Kuala Lumpur, ratusan umat Muslim berkumpul di sebuah masjid untuk menikmati semangkuk bubur lambuk yang kaya rempah dan menggugah selera. Lebih dari sekadar hidangan berbuka puasa, bubur ini merupakan bagian dari tradisi Ramadan yang telah diwariskan turun-temurun di Malaysia.

Bubur lambuk dimasak perlahan dalam panci raksasa menggunakan berbagai rempah pilihan. Para sukarelawan dengan penuh dedikasi mengaduknya menggunakan sendok kayu besar hingga teksturnya sempurna. Di banyak masjid, bubur ini dibagikan secara gratis menjelang iftar sebagai wujud kebersamaan dan kepedulian terhadap sesama.

Namun, ada yang istimewa dari bubur yang dibuat di Masjid India, salah satu masjid ikonik di Kuala Lumpur. Resep yang digunakan di sini berasal dari India dan dikenal sebagai Nombu Kanji. Menurut imam masjid, Muhammad Nasrul Haq Abdul Latif, tradisi ini telah berlangsung sejak tahun 1960-an dan menjadi bagian tak terpisahkan dari Ramadan di komunitas tersebut.

Dibagikan untuk Ribuan Orang Setiap Hari

Setiap hari, para sukarelawan memasak bubur lambuk menggunakan sekitar 140 kilogram beras. Bubur yang telah matang disajikan dalam mangkuk bagi jamaah yang datang beribadah atau dikemas dalam 1.000 bungkus plastik besar untuk dibagikan kepada masyarakat umum. Setiap bungkusnya cukup untuk memberi makan satu keluarga beranggotakan empat orang.

“Manfaatnya sangat besar bagi masyarakat sekitar, terutama bagi tunawisma, pekerja berpenghasilan rendah, atau karyawan yang tak sempat pulang untuk memasak,” ujar Muhammad Nasrul. “Masjid berperan penting dalam membantu meringankan beban mereka selama bulan suci ini.”

Bagi Mohaiyadin Sahulhameed, seorang warga keturunan India, bubur ini membangkitkan kenangan masa kecilnya. “Di desa kami, cara memasaknya hampir sama—menggunakan wajan besar dengan daun kari, biji mustard, kayu manis, dan berbagai bumbu lainnya. Aroma khasnya mengingatkan saya pada kampung halaman,” ungkapnya.

Memasak dengan Niat Ibadah

Sathakkathullah Hameed, juru masak utama masjid, menganggap memasak bubur ini sebagai bagian dari ibadah selama Ramadan. “Saya ingin membantu sesama di bulan penuh berkah ini. Allah akan memberikan pahala, rahmat, dan rezeki,” katanya. “Ketika orang-orang menyantap bubur ini dengan mengucapkan ‘Bismillah’, saya membalasnya dengan ‘Alhamdulillah’.”

Bubur lambuk bukan sekadar makanan, tetapi simbol kebersamaan dan kasih sayang dalam bulan Ramadan. Dengan setiap sendokannya, ada doa, tradisi, dan kehangatan yang menghubungkan banyak orang dalam satu kebersamaan suci. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *