PRADANAMEDIA/ JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat serta berbagai sektor, terutama sektor pangan, untuk bersiap menghadapi musim kemarau yang diperkirakan akan dimulai pada April 2025 dan mencapai puncaknya pada Juni hingga Agustus 2025.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam konferensi pers daring pada Kamis (13/3), menegaskan pentingnya penyesuaian strategi di sektor pangan guna menghadapi musim kemarau yang berpotensi lebih kering dibandingkan biasanya.

Penyesuaian di Sektor Pangan Dwikorita mengimbau para petani dan pelaku usaha di sektor pertanian untuk menyesuaikan jadwal tanam, terutama di wilayah yang diperkirakan akan mengalami musim kemarau lebih awal atau lebih lambat. Selain itu, ia menyarankan penggunaan varietas tanaman yang lebih tahan terhadap kekeringan serta optimalisasi pengelolaan air agar produktivitas tetap terjaga.
“Lakukan pemilihan varietas yang tahan terhadap kekeringan dan optimalkan pengelolaan air, terutama di daerah yang diperkirakan mengalami musim kemarau di bawah normal,” ujar Dwikorita.
Mitigasi Risiko Bencana Selain berdampak pada sektor pangan, musim kemarau juga meningkatkan risiko bencana kebakaran hutan dan lahan. Oleh karena itu, BMKG mendorong berbagai pihak terkait untuk menyiapkan langkah mitigasi guna mencegah kebakaran yang biasanya meningkat saat puncak kemarau.
“Kita harus menjaga sumber daya air dengan baik karena berkurangnya curah hujan di beberapa wilayah dapat menyebabkan kekeringan dan kelangkaan air,” tambahnya.
Wilayah yang Diprediksi Terdampak Puncak musim kemarau pada Juni dan Juli 2025 diperkirakan akan melanda Sumatera, Jawa bagian barat, Kalimantan bagian utara, sebagian kecil Sulawesi, serta Papua bagian tengah dan timur. Sementara itu, pada Agustus, wilayah yang terdampak meluas ke Jawa bagian tengah hingga timur, sebagian besar Kalimantan dan Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, sebagian Maluku, Maluku Utara, serta Papua.
Dengan adanya peringatan ini, BMKG berharap seluruh pihak dapat bersiap dan mengambil langkah antisipatif agar dampak musim kemarau dapat diminimalisir, terutama dalam menjaga ketahanan pangan dan mencegah bencana kebakaran hutan serta kelangkaan air. (RH)
