Asosiasi Zirkon Kalteng Minta Penegakan Hukum Bijak, Jangan Marginalkan Masyarakat

LOKAL SOSIAL BUDAYA

PRADANAMEDIA / PALANGKA RAYA – Ketua Asosiasi Zirkon Kalimantan Tengah, Arif Irawan Sanjaya, SH, MH, menanggapi polemik hukum yang belakangan ini membelit para pengusaha zirkon di Bumi Tambun Bungai. Ia menilai, pemberitaan media massa yang marak beberapa hari terakhir cenderung tendensius karena hanya menyoroti dugaan pelanggaran hukum tanpa melihat persoalan secara menyeluruh.

“Kami dari asosiasi sangat prihatin atas rentetan persoalan hukum yang muncul belakangan ini terkait pertambangan zirkon di Kalimantan Tengah,” ujar Arif saat dihubungi media, Rabu (10/9).

Menurutnya, pihak asosiasi sudah melakukan koordinasi dengan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Mabes Polri, Kejaksaan Tinggi Kalteng, hingga Kementerian ESDM untuk menelaah akar persoalan. Ia menegaskan, persoalan zirkon tidak bisa hanya dilihat dari sisi hukum semata, melainkan juga dari aspek sosial, ekonomi, hingga kesejahteraan masyarakat.

Persoalan Legalitas yang Rumit

Arif menjelaskan, sengkarut hukum ini terutama terkait asal-usul material zirkon yang kerap dicap ilegal. Padahal, menurutnya, zirkon sudah lama digeluti masyarakat bahkan turun-temurun, terutama di wilayah pedalaman.

“Kalau disebut ilegal, harus dilihat dulu sebab-akibatnya. Kenapa pengusaha sampai mau melakukan itu kalau memang melanggar aturan? Di sini pemerintah harus hadir memberi pembinaan, bukan hanya sanksi,” tegasnya.

Arif juga menyoroti kerancuan regulasi, termasuk perbedaan antara emas dan zirkon. Emas sudah lama diatur sebagai komoditas pertambangan mineral logam, sementara zirkon baru dikategorikan sebagai mineral non-logam pada awal 2000-an. Namun, aturan turunannya kerap menyamakan zirkon dengan emas sehingga menimbulkan kendala di lapangan.

Kritik terhadap Tata Kelola

Ia menilai masih banyak ketidakjelasan dalam tata kelola perizinan, termasuk RTRW, izin usaha pertambangan rakyat (UPR), hingga Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). Bahkan, ia mengkritisi langkah pemerintah daerah yang mencabut izin RKAB hanya melalui perangkat elektronik tanpa koordinasi dengan pemegang izin.

“Ini tidak elok. Pengusaha sudah diberikan legalitas, tetapi lahan yang diizinkan belum tentu bisa langsung dieksploitasi karena masih ada persoalan pembebasan lahan masyarakat. Hal seperti ini yang sering memicu konflik hukum,” jelasnya.

Jangan Samakan Pengusaha dan Masyarakat

Arif menegaskan, penegakan hukum seharusnya tidak menyamaratakan semua pihak. Investor, pengusaha, dan masyarakat penambang memiliki status hukum yang berbeda sehingga penyelesaiannya pun harus proporsional.

“Selama ini masyarakat pedalaman mengandalkan zirkon untuk hidup sehari-hari. Kalau langsung disebut ilegal tanpa pembinaan, mereka justru akan termarginalkan,” katanya.

Arif berharap, pemerintah pusat dan daerah bisa bersinergi untuk menata kembali sektor pertambangan zirkon agar masyarakat tetap bisa bekerja secara legal, pengusaha terlindungi, dan aturan hukum berjalan tanpa diskriminasi.

“Harapan kami, semua pihak menyikapi masalah ini dengan bijaksana. Jangan sampai persoalan hukum yang ada justru menjadi bola liar dan merugikan masyarakat,” pungkasnya. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *