PRADANAMEDIA / TIRANA – Albania mencetak sejarah baru dengan meluncurkan “menteri” berbasis kecerdasan buatan (AI), menggantikan peran manusia dalam pengawasan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Perdana Menteri Albania, Edi Rama, pada Senin (15/9), memperkenalkan Diella, sosok virtual AI yang ditugaskan memastikan transparansi tender publik. Nama “Diella” berarti matahari dalam bahasa Albania. Ia hadir dalam wujud avatar perempuan muda dengan busana tradisional Albania, yang sebelumnya sudah dikenal warga sebagai asisten virtual di platform layanan publik digital e-Albania.

Tugas Diella
Menurut Rama, Diella akan menjadi garda depan dalam memastikan setiap proses tender di Albania berjalan tanpa celah korupsi.
“Diella adalah pelayan pengadaan publik. Albania akan menjadi negara di mana setiap tender 100 persen transparan, bebas korupsi, dan mudah dipantau publik,” ujar Rama di hadapan kader Partai Sosialis.
Ia menegaskan, keputusan tender kini bukan lagi berada di tangan kementerian, melainkan langsung ditentukan oleh sistem berbasis AI tersebut. “Ini bukan fiksi ilmiah, tapi mandat kerja nyata bagi Diella,” tegasnya.
Dalam wawancara dengan BBC, Rama menjelaskan bahwa pengembangan Diella melibatkan kolaborasi tim ahli dari dalam dan luar negeri. Dengan sistem AI penuh, kata dia, pengadaan publik diharapkan berjalan lebih cepat, efisien, dan akuntabel.
Respons Publik: Antara Kritik dan Harapan
Meski inovatif, gagasan ini menuai pro-kontra. Partai Demokrat, sebagai oposisi, menyebut “menteri AI” sebagai langkah inkonstitusional. Menurut mereka, hukum Albania jelas menyatakan bahwa seorang menteri haruslah warga negara berusia minimal 18 tahun.
Namun, sejumlah kalangan menilai inisiatif ini memiliki potensi besar. Pendiri Balkans Capital, Aneida Bajraktari Bicja, menilai langkah Rama memang sarat nuansa teatrikal, tetapi bisa berdampak positif bila benar-benar diterapkan secara konsisten. “Jika berkembang menjadi sistem nyata, AI bisa meningkatkan transparansi dan kepercayaan publik,” katanya.
Senada, pakar hukum dan isu korupsi Balkan Barat dari King’s College London, Dr Andi Hoxhaj, menilai penerapan AI dalam tender publik patut dicoba.
“Dengan pemrograman yang tepat, perusahaan yang mengajukan penawaran dapat dilacak secara jelas, apakah memenuhi syarat atau tidak. Ini sejalan dengan tuntutan Uni Eropa agar Albania mempercepat negosiasi aksesi pada 2027 dengan prioritas utama pemberantasan korupsi,” ujarnya.
Dorongan Reformasi dan Simbol Tekanan
Rama sendiri mengakui bahwa langkah ini bukan hanya reformasi teknologi, melainkan juga pesan politik.
“Keberadaan Diella memberi tekanan bagi para menteri dan lembaga lain untuk bekerja dan berpikir berbeda. Itu keuntungan terbesar yang saya harapkan dari hadirnya menteri AI ini,” katanya.
Dengan langkah berani tersebut, Albania menjadi negara pertama di dunia yang menempatkan kecerdasan buatan dalam jabatan setingkat menteri. Meski masih diperdebatkan, eksperimen ini diyakini akan menjadi bahan pelajaran global dalam pemanfaatan AI untuk tata kelola pemerintahan yang lebih bersih. (RH)
