PRADANAMEDIA / PALANGKA RAYA – Persoalan akses menuju lahan pertanian kembali menjadi keluhan utama masyarakat di wilayah Kalimantan Tengah. Hal ini terungkap dalam kegiatan Reses Anggota Komisi II DPRD Kalteng, Sutik, di Daerah Pemilihan (Dapil) II Kabupaten Kotawaringin Timur dan Seruyan.
Sutik menyebut, mayoritas aspirasi masyarakat berkaitan dengan kondisi infrastruktur pertanian yang belum memadai, terutama akses jalan menuju lahan. Kondisi ini berdampak langsung pada tingginya biaya distribusi hasil panen.
“Jalan menuju lahan pertanian memang belum tersedia dengan baik. Akibatnya, petani harus menggunakan kelotok kecil untuk mengangkut hasil panen. Muatannya terbatas dan ongkosnya tinggi,” ujar Sutik, Selasa (11/11).

Menurutnya, situasi ini cukup ironis di tengah gencarnya program pemerintah pusat dalam memperkuat ketahanan pangan nasional. Ia pun mendesak pemerintah daerah, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi, agar memprioritaskan pembangunan akses jalan menuju area pertanian.
“Kalau bisa, pembangunan jalan menuju lahan pertanian menjadi prioritas. Dengan begitu, hasil panen bisa diangkut dengan biaya lebih murah dan efisien,” tegasnya.
Sutik menjelaskan, tingginya ongkos angkut menjadi beban berat bagi petani.
“Sekarang, biaya angkut satu karung bisa mencapai Rp25 ribu kalau diupahkan. Itu tidak sebanding dengan harga jual hasil panen. Jadi memang perlu ada akses jalan yang layak menuju lahan pertanian,” katanya.
Ia menambahkan, meskipun badan jalan sebenarnya sudah ada, kondisinya kini rusak berat dan tidak bisa dilalui kendaraan darat.
“Selama ini, petani terpaksa mengangkut hasil panen lewat sungai, menggunakan kelotok yang melintasi parit di sisi jalan,” ungkapnya.
Sutik menyebut, wilayah yang paling terdampak berada di daerah Samuda, Kabupaten Kotawaringin Timur, yang selama ini menjadi salah satu sentra pertanian di wilayah selatan Kalteng.
“Pertanian di Kotim banyak terpusat di wilayah selatan, seperti Samuda. Petaninya banyak dan hasilnya bagus, tapi karena biaya angkut mahal, keuntungan mereka jadi tipis,” jelasnya.
Lebih lanjut, Sutik mengungkapkan bahwa sejumlah bantuan dari pemerintah pusat sebenarnya sudah diterima oleh kelompok tani, mulai dari alat bajak, mesin panen, hingga mesin penggilingan. Namun, fasilitas tersebut belum bisa dimanfaatkan secara optimal tanpa dukungan infrastruktur dasar yang memadai.
“Bantuan alat sudah ada dari pusat, tapi jalannya yang belum. Jadi percuma kalau alatnya ada, tapi hasil panennya sulit keluar,” ujarnya.
Terkait hal itu, ia berharap adanya sinkronisasi dan koordinasi antara pemerintah kabupaten, provinsi, dan pusat dalam penganggaran pembangunan jalan pertanian agar dapat segera direalisasikan.
“Kalau koordinasi berjalan baik, pembangunan jalan bisa dipercepat. Ini penting untuk menekan ongkos produksi dan meningkatkan kesejahteraan petani,” pungkasnya. (RH)

