Konflik Berdarah di Sweida, Suriah: Hampir 2.000 Orang Tewas dalam Kekerasan Sektarian

INTERNASIONAL SOSIAL BUDAYA

PRADANAMEDIA / DAMASKUS – Jumlah korban tewas akibat kekerasan sektarian di Provinsi Sweida, Suriah, melonjak menjadi hampir 2.000 orang. Data terbaru ini disampaikan Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR) pada Jumat (29/8), setelah sejumlah jenazah baru berhasil diidentifikasi di berbagai wilayah terpencil.

Pertumpahan darah dipicu bentrokan pada 13 Juli lalu antara kelompok pejuang Druze dan komunitas Badui Sunni. Konflik dengan cepat meluas, melibatkan pasukan pemerintah serta kelompok bersenjata dari wilayah lain di Suriah.

Pemerintah Dituding Berpihak

Pemerintah Suriah mengklaim pasukannya turun tangan untuk menghentikan kekerasan. Namun, kesaksian warga, faksi Druze, serta laporan SOHR menuding aparat justru berpihak pada kelompok Badui Sunni. Tuduhan itu semakin tajam setelah muncul laporan eksekusi kilat terhadap warga Druze oleh aparat pemerintah.

“Organisasi kami telah mengidentifikasi 1.990 korban jiwa dalam bentrokan ini, termasuk 14 orang yang tewas setelah gencatan senjata diberlakukan pada 20 Juli,” kata Rami Abdel Rahman, Direktur SOHR yang berbasis di Inggris.

Menurutnya, lonjakan angka korban disebabkan penemuan jenazah baru di desa-desa terpencil serta wilayah yang sebelumnya sulit dijangkau. Sebagian korban awalnya dilaporkan hilang atau diculik.

Rincian Korban

SOHR merinci, sebanyak 725 warga Druze Sweida, termasuk 167 warga sipil, tewas dalam bentrokan. Selain itu, 765 warga sipil Druze lainnya diduga dieksekusi singkat oleh aparat pertahanan dan pasukan keamanan dalam negeri.

Di sisi lain, bentrokan juga menewaskan 436 personel pemerintah serta 40 pejuang Badui Sunni. Tiga warga Badui, termasuk seorang perempuan dan seorang anak, turut dieksekusi oleh kelompok Druze.

SOHR menambahkan bahwa total korban jiwa juga mencakup 21 orang lainnya, di antaranya 15 personel pemerintah yang tewas dalam serangan udara Israel.

Faktor Israel dan Dimensi Regional

Israel, yang memiliki komunitas Druze di dalam negeri, mengaku serangan militernya di Suriah selatan dilakukan demi melindungi minoritas Druze sekaligus menegakkan desakan demiliterisasi di kawasan tersebut.

Langkah Israel ini menambah kompleksitas konflik, yang tidak hanya berakar pada rivalitas lokal, tetapi juga pada dinamika regional serta kepentingan geopolitik di Timur Tengah.

Situasi Terkini di Sweida

Pada Kamis (28/8/2025), pihak berwenang mengumumkan jalan raya utama Damaskus–Sweida kembali dibuka. Media pemerintah melaporkan masuknya konvoi bantuan dan truk bahan bakar ke provinsi tersebut.

Sebelumnya, SOHR menuding kelompok bersenjata pro-pemerintah memblokade jalur utama, sehingga sebagian besar bantuan harus dialihkan melalui provinsi tetangga, Daraa.

Dilema Suriah yang Tak Kunjung Usai

Tragedi Sweida menegaskan rapuhnya stabilitas Suriah yang sudah lebih dari satu dekade dilanda perang saudara. Meski ada gencatan senjata, kekerasan sektarian terus menghantui, memperdalam luka sosial dan politik yang belum sembuh.

Dengan jumlah korban hampir 2.000 jiwa dalam waktu singkat, konflik Sweida menjadi salah satu episode paling berdarah di Suriah pasca-perang sipil besar pada 2011. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *