“Indonesia Menang Sebagian Gugatan Biodiesel di WTO, UE Terdesak Cabut Bea Impor”

HUKAM INTERNASIONAL

PRADANAMEDIA / JAKARTA – Indonesia meraih kemenangan penting dalam sengketa dagang biodiesel melawan Uni Eropa (UE) di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Putusan panel WTO ini membuka peluang besar bagi Indonesia untuk menekan UE agar mencabut bea imbalan (countervailing duties) yang sejak 2019 membebani ekspor biodiesel nasional.

“Kami mendesak Uni Eropa segera mencabut bea masuk imbalan yang terbukti tidak sesuai dengan aturan WTO,” ujar Menteri Perdagangan Budi Santoso, Senin (25/8).

Latar Belakang Gugatan

Indonesia, sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia, melayangkan gugatan ke WTO pada 2023. Pemerintah menilai kebijakan bea imbalan UE—dengan tarif antara 8 hingga 18 persen—melanggar ketentuan perdagangan internasional.

UE berdalih kebijakan tersebut untuk melindungi industri biodiesel domestik, dengan menuduh produsen Indonesia mendapat subsidi, insentif pajak, serta bahan baku dengan harga murah. Namun, panel WTO menilai argumen itu tidak terbukti. Pungutan ekspor dan bea keluar sawit Indonesia tidak dapat dikategorikan sebagai subsidi, sementara Komisi Eropa gagal menunjukkan adanya ancaman kerugian material bagi industri biodiesel mereka.

Dampak ke Industri

Sejak kebijakan itu diterapkan, ekspor biodiesel Indonesia merosot tajam. Data Kementerian Perdagangan mencatat, ekspor yang semula mencapai 1,32 juta kiloliter (kl) pada 2019 anjlok drastis menjadi 36.000 kl pada 2020, dan kembali turun ke 27.000 kl pada 2024.

Meski putusan WTO memberi angin segar, pelaku industri masih berhati-hati.
“Kami harus tetap waspada menghadapi langkah-langkah UE setelah putusan ini,” kata Catra de Thouars, pejabat Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia. Ia juga mengingatkan bahwa Indonesia masih berselisih dengan Brussels terkait aturan anti-deforestasi yang berpotensi menekan ekspor sawit.

Tantangan dan Harapan ke Depan

Sengketa biodiesel menambah daftar panjang ketegangan dagang antara Indonesia dan UE. Padahal, kedua pihak tengah berusaha merampungkan perjanjian perdagangan bebas setelah tercapai kesepakatan politik pada Juli lalu. Indonesia berharap perjanjian itu dapat membuka akses lebih luas bagi produk kelapa sawit di pasar Eropa.

Namun, proses hukum di WTO belum final. Putusan panel masih bisa diajukan banding, tetapi mekanisme itu praktis mandek sejak 2019 karena badan banding WTO lumpuh akibat pemblokiran pengangkatan hakim oleh pemerintahan Donald Trump.

Sebelumnya, Pengadilan Eropa sempat memerintahkan UE mencabut bea antidumping atas biodiesel Indonesia, setahun sebelum kebijakan bea imbalan diberlakukan. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *