**PRADANAMEDIA / BEIJING — Bencana banjir bandang melanda Provinsi Gansu, wilayah barat laut China, setelah hujan deras mengguyur secara terus-menerus sejak Kamis (7/8). Hingga Jumat sore waktu setempat, sedikitnya 10 orang dilaporkan tewas dan 33 orang lainnya masih dinyatakan hilang.
Laporan dari media pemerintah CCTV menyebutkan bahwa curah hujan ekstrem yang melanda kawasan tersebut telah menyebabkan arus banjir besar yang menyapu sejumlah permukiman. “Sejak 7 Agustus, hujan deras yang terus-menerus telah memicu banjir bandang. Hingga pukul 15.30 tanggal 8 Agustus, 10 orang tewas dan 33 orang hilang,” demikian pernyataan CCTV.

Presiden China, Xi Jinping, merespons cepat dengan menginstruksikan seluruh aparat terkait untuk mengerahkan upaya maksimal dalam operasi pencarian dan penyelamatan korban. Ia juga memperingatkan seluruh wilayah agar tidak lengah terhadap ancaman bencana hidrometeorologi yang makin sering terjadi akibat perubahan iklim.
“Karena cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi, semua wilayah harus secara tegas menanggalkan sikap puas diri dan meningkatkan kemampuan dalam mengidentifikasi serta mengantisipasi risiko bencana,” ujar Xi, dikutip dari CCTV.
Rekaman yang dibagikan oleh otoritas pemadam kebakaran melalui platform media sosial Weibo memperlihatkan tim penyelamat tengah membantu warga menyeberangi derasnya arus banjir berwarna cokelat pekat di sebuah desa. Foto-foto resmi dari pemerintah Provinsi Gansu turut menunjukkan jalanan yang tertutup lumpur tebal dan bebatuan besar, menyulitkan akses bantuan ke sejumlah wilayah terdampak.
Kejadian ini menambah daftar panjang bencana alam yang kerap menghantam China setiap musim panas. Sebagian wilayah dilanda banjir akibat curah hujan ekstrem, sementara daerah lain justru mengalami gelombang panas dengan suhu tinggi. Bulan lalu, banjir besar di utara Beijing mengakibatkan 44 korban jiwa, terutama di kawasan pinggiran kota.
China saat ini merupakan negara penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia—faktor utama yang mendorong percepatan perubahan iklim dan meningkatnya frekuensi cuaca ekstrem. Namun demikian, Negeri Tirai Bambu ini juga telah memposisikan diri sebagai pusat pengembangan energi terbarukan global, dengan target mencapai netral karbon pada tahun 2060. (RH)
