Pradanamedia/Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat telah berhasil memulihkan keuangan negara senilai Rp 1,85 triliun selama tiga tahun terakhir, dari 2022 hingga 2024, melalui penanganan berbagai kasus tindak pidana korupsi. Capaian tersebut diklaim setara dengan 50 persen dari total anggaran KPK selama periode yang sama.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, nilai pemulihan tersebut diperoleh dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP), hasil hibah, serta penetapan status penggunaan (PSP) terhadap barang rampasan negara.
“Pemulihan keuangan negara itu mencapai total Rp 1,85 triliun, terdiri dari Rp 558,4 miliar di 2022, Rp 539,6 miliar pada 2023, dan Rp 753,6 miliar sepanjang 2024,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (15/7/2025).
Sementara itu, total anggaran KPK selama tiga tahun terakhir mencapai Rp 3,91 triliun, dengan tingkat realisasi hampir menyentuh 100 persen setiap tahunnya:
- 2022: Rp 1,26 triliun (96,98% dari pagu Rp 1,30 triliun)
- 2023: Rp 1,30 triliun (99,23% dari pagu Rp 1,31 triliun)
- 2024: Rp 1,35 triliun (98,29% dari pagu Rp 1,37 triliun)
Tahun 2025, Pemulihan Sudah Rp 452,88 Miliar
Per Juni 2025, KPK telah menyerap Rp 736,3 miliar atau 59,5 persen dari pagu anggaran efektif tahun ini sebesar Rp 1,17 triliun. Sementara itu, nilai pemulihan keuangan negara yang berhasil dicapai hingga pertengahan tahun ini telah mencapai Rp 452,88 miliar, terdiri dari:
- PNBP: Rp 402,61 miliar
- Hibah dan PSP: Rp 50,26 miliar
Ajukan Tambahan Anggaran Rp 1,34 Triliun ke DPR
Meski memiliki capaian positif dalam pemulihan kerugian negara, KPK mengajukan tambahan anggaran sebesar Rp 1,34 triliun ke DPR RI untuk memperkuat pelaksanaan tugas-tugas utama lembaga tersebut, khususnya pada aspek penindakan dan pencegahan.
“KPK butuh anggaran tambahan untuk pelaksanaan tugas penindakan, pencegahan, pendidikan antikorupsi, serta koordinasi dan supervisi,” jelas Budi Prasetyo, Senin (14/7).
Menurutnya, kegiatan penindakan memerlukan pembiayaan menyeluruh mulai dari penyelidikan, penyidikan, hingga eksekusi atas putusan pengadilan. Sementara pada sisi pencegahan, dana dibutuhkan untuk pelayanan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), pelaporan gratifikasi, dan pelaksanaan Survei Penilaian Integritas Nasional.
Dukungan Pendidikan dan Kampanye Antikorupsi
KPK juga terus memperkuat pendekatan edukatif melalui program pendidikan antikorupsi. Salah satu inisiatif yang tengah didorong adalah penyusunan kurikulum antikorupsi di berbagai jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, serta sosialisasi dan kampanye publik.
“Kegiatan pendidikan menjadi bagian penting untuk membangun budaya antikorupsi sejak dini,” imbuh Budi.
Dengan pengajuan anggaran tambahan ini, KPK berharap kinerjanya dalam memberantas dan mencegah korupsi bisa semakin maksimal, sekaligus meningkatkan kontribusi terhadap keuangan negara melalui pemulihan aset hasil korupsi. (AK)
