Rangkap Jabatan Wamen Jadi Komisaris BUMN Disorot: Etis atau Elitis?

NASIONAL PEMERINTAHAN

**PRADANAMEDIA / JAKARTA – Fenomena ini bukan hanya soal pembagian jabatan semata, tetapi menyangkut prinsip-prinsip dasar pemerintahan yang sehat dan berkeadilan. Saat rakyat diminta berhemat dan berjuang dalam keterbatasan, pejabat negara seharusnya memberi teladan dalam integritas, efisiensi, dan dedikasi penuh terhadap tugas utamanya.

Dalam konteks reformasi BUMN dan pelayanan publik, akuntabilitas terhadap setiap posisi jabatan adalah hal mutlak. Sudah saatnya publik menuntut lebih dari sekadar kehadiran simbolik — namun kinerja nyata yang berdampak langsung pada masyarakat luas.

Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Mufti Anam, melontarkan kritik tajam terhadap fenomena rangkap jabatan sejumlah wakil menteri (wamen) sebagai komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dalam keterangannya pada Jumat (11/7), Mufti menyebut bahwa praktik tersebut memang tidak melanggar aturan hukum, namun menimbulkan ironi mendalam di tengah kesulitan rakyat dalam memperoleh pekerjaan.

“Secara hukum memang tidak ada yang dilanggar, tapi dari sisi etika publik, ini menyakitkan. Saat jutaan anak muda dan kepala keluarga masih berjuang mendapatkan pekerjaan, justru segelintir elite mengisi dua hingga tiga kursi kekuasaan sekaligus,” ungkap Mufti kepada awak media.

Mufti menekankan pentingnya kepekaan sosial dan keadilan dalam pengambilan kebijakan publik. Menurutnya, jabatan publik, apalagi yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, seharusnya mengutamakan keberpihakan pada rakyat, bukan menjadi sarana bagi elite untuk menumpuk posisi dan pengaruh.

Dia menegaskan, para wamen yang ditunjuk sebagai komisaris BUMN harus bisa menunjukkan kinerja ekstra dan tidak menjadikan jabatan komisaris sebagai “kursi bonus”. Menurutnya, tanggung jawab ganda harus diikuti oleh kontribusi ganda pula.

“Kalau rangkap jabatan, maka harus rangkap kinerja. Harus terbukti mampu membawa akselerasi transformasi BUMN, bukan malah menjadi beban birokrasi,” tegas Mufti.

Lebih lanjut, Komisi VI DPR RI, menurut Mufti, akan terus melakukan pengawasan terhadap para pejabat yang merangkap jabatan tersebut. Ia menekankan bahwa rakyat berhak menilai, apakah kehadiran para wamen-komisaris ini membawa hasil konkret seperti efisiensi operasional, pengurangan utang BUMN, hingga peningkatan kontribusi terhadap negara.

“Jangan sampai nama-nama mereka hanya hadir dalam daftar gaji, tapi tidak hadir dalam daftar kinerja. Kalau begitu, ini sama saja dengan mengkhianati kepercayaan publik,” tambahnya.

Fenomena Rangkap Jabatan dan Daftar Wamen-Komut/Komisaris BUMN

Sorotan terhadap isu ini muncul setelah terungkap bahwa sedikitnya 30 wakil menteri aktif kini merangkap jabatan sebagai komisaris atau komisaris utama di berbagai perusahaan pelat merah. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran mengenai efektivitas kerja para wamen, serta potensi konflik kepentingan dalam pengambilan kebijakan.

Beberapa nama dan jabatannya yang tercatat di antaranya:

  • Sudaryono – Wamen Pertanian, Komisaris Utama PT Pupuk Indonesia
  • Helvy Yuni Moraza – Wamen UMKM, Komisaris PT Bank Rakyat Indonesia (BRI)
  • Giring Ganesha – Wamen Kebudayaan, Komisaris PT Garuda Maintenance Facility
  • Veronica Tan – Wamen PPPA, Komisaris PT Citilink Indonesia
  • Fahri Hamzah – Wamen Perumahan, Komisaris PT Bank Tabungan Negara
  • Diaz Hendropriyono – Wamen Lingkungan Hidup, Komisaris Utama Telkomsel
  • Silmy Karim – Wamen Imigrasi, Komisaris PT Telkom
  • Stella Christie – Wamen Pendidikan Tinggi, Komisaris PT Pertamina Hulu Energi
  • Arif Havas Oegroseno – Wamen Luar Negeri, Komisaris PT Pertamina International Shipping

Dan masih banyak lagi yang tersebar di berbagai perusahaan strategis milik negara seperti PLN, Pertamina, Telkom Indonesia, hingga Semen Indonesia. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *