Era Baru Penanggulangan Terorisme: Indonesia Petik Hasil dari Pendekatan Lunak

HUKAM NASIONAL

**PRADANAMEDIA / JAKARTA – Indonesia dinilai tengah berada dalam fase terbaiknya dalam memerangi terorisme, berkat keberhasilan pendekatan lunak (soft approach) yang selama ini dijalankan oleh aparat keamanan. Hal tersebut diungkapkan oleh pakar terorisme Solahudin dalam peluncuran buku Keluar dari Jerat Kekerasan karya Leebarty Taskarina di Gramedia Matraman, Jakarta Timur, Jumat (4/7) sore.

“Menurut saya, ini adalah era terbaik dalam sejarah penanggulangan terorisme Indonesia. Dan itu karena keberhasilan program pendekatan lunak yang terbukti sangat efektif,” ujar Solahudin.

Deradikalisasi Berbuah Nyata

Solahudin menyoroti keberhasilan pendekatan tersebut dengan mencontohkan pembubaran kelompok teror Jemaah Islamiah (JI), yang selama ini dikenal sebagai salah satu organisasi teror paling berbahaya di Indonesia dan Asia Tenggara.

Menurutnya, keputusan pembubaran JI bukanlah inisiatif internal, melainkan buah dari proses deradikalisasi intensif yang dilakukan oleh aparat, terutama Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

“JI tidak membubarkan diri begitu saja. Itu hasil dari intervensi deradikalisasi yang terus dilakukan oleh Densus 88 dan BNPT,” jelasnya.

Data Optimistis: 70 Persen Eks Napiter Tak Lagi Radikal

Lebih lanjut, Solahudin memaparkan data yang menunjukkan kemajuan signifikan dalam penanganan eks narapidana kasus terorisme (napiter). Dari sekitar 2.000 orang yang telah bebas, sebanyak 69 persen kini masuk kategori “hijau” — yakni tidak lagi memiliki pandangan radikal dan bersikap kooperatif terhadap negara.

Kategori ini menunjukkan bahwa mayoritas mantan napiter kini telah kembali ke masyarakat secara damai, tanpa membawa ideologi kekerasan seperti sebelumnya.

“Jadi kalau Anda bertanya apakah ada harapan dalam penanggulangan terorisme? Jawabannya: sangat besar,” tegas Solahudin.

Pentingnya Peran Pendekatan Manusiawi

Keberhasilan pendekatan lunak menegaskan pentingnya strategi yang lebih manusiawi dan inklusif dalam melawan radikalisme dan kekerasan berbasis ideologi. Deradikalisasi yang mengedepankan dialog, pemberdayaan ekonomi, dan reintegrasi sosial terbukti mampu menekan potensi radikalisasi ulang, yang selama ini menjadi tantangan utama dalam upaya pencegahan terorisme.

Upaya semacam ini juga membuka ruang bagi keterlibatan lebih besar masyarakat sipil, tokoh agama, hingga mantan napiter yang kini berperan aktif sebagai agen perdamaian. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *