PDI-P Tanggapi Putusan MK Soal Pemilu: Kami Masih Mengkaji, Partai Lain Sebut Inkonstitusional

NASIONAL PEMERINTAHAN

**PRADANAMEDIA / JAKARTA – Ketua DPP PDI Perjuangan, Puan Maharani, menyatakan bahwa partainya masih mendalami putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu daerah yang akan berlaku mulai tahun 2029. Keputusan tersebut menuai kritik dari sejumlah partai politik karena dinilai bertentangan dengan konstitusi.

“Kami masih mengkaji putusan tersebut, apakah ada hal yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Sebab, dalam konstitusi disebutkan bahwa pemilu digelar setiap lima tahun sekali,” ujar Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/7).

Mengacu pada Pasal 22E UUD 1945, pemilu harus dilaksanakan setiap lima tahun sekali untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, serta anggota DPRD. Namun, dalam putusan terbaru MK, pemilu nasional—meliputi pemilihan presiden dan anggota DPR RI—akan dilaksanakan secara terpisah dari pemilihan kepala daerah dan pemilihan legislatif tingkat daerah. Konsekuensinya, Pilkada yang semula direncanakan serentak pada 2029, bisa mundur hingga 2031.

Puan menambahkan bahwa fraksi-fraksi di DPR saat ini juga masih melakukan kajian terhadap implikasi putusan MK tersebut. Sebagai Ketua DPR RI, ia menyampaikan bahwa seluruh partai yang memiliki kursi di parlemen akan menggelar rapat koordinasi, baik secara formal maupun informal, guna merumuskan sikap bersama.

“Putusan ini berdampak kepada seluruh partai. Maka kami akan menggelar rapat koordinasi untuk membahas dan menyatakan sikap bersama terhadap putusan MK,” tegasnya.

Sebelumnya, beberapa partai politik menyatakan ketidaksetujuan yang tegas terhadap putusan MK. Partai Nasdem, misalnya, menyebut bahwa keputusan tersebut inkonstitusional dan berpotensi mencederai kedaulatan rakyat.

“Putusan MK ini menimbulkan persoalan ketatanegaraan yang dapat menciptakan ketidakpastian dalam sistem bernegara,” ujar anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem, Lestari Moerdijat, dalam pembacaan sikap resmi DPP Nasdem di Nasdem Tower, Jakarta, Senin (30/6) malam.

Nasdem menilai bahwa Mahkamah Konstitusi telah melampaui kewenangannya dengan menciptakan norma hukum baru yang seharusnya menjadi domain DPR dan pemerintah. Menurut mereka, tindakan ini bertentangan dengan prinsip open legal policy yang merupakan kewenangan lembaga legislatif.

“MK telah bertindak sebagai negative legislator aktif yang menciptakan norma baru, padahal itu bukan kewenangannya dalam sistem hukum demokratis,” tambah Lestari.

Sikap serupa juga disampaikan oleh Wakil Ketua Umum PKB, Cucun Ahmad Syamsurijal, yang menyebut bahwa putusan MK telah melampaui batas konstitusional.

“Putusan ini melampaui ketentuan undang-undang dan konstitusi. Konstitusi secara jelas mengatur bahwa pemilu dilaksanakan lima tahun sekali. Bagaimana mungkin penjaga konstitusi justru melanggar konstitusi itu sendiri?” tegas Cucun.

Dengan adanya dinamika ini, perdebatan mengenai putusan MK tersebut diperkirakan akan menjadi pembahasan hangat antar partai dan lembaga negara ke depan, terutama menjelang Pemilu 2029. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *