Penulisan Sejarah Nasional Dikritik, Fadli Zon Tegaskan: Sejarah Tak Boleh Dihentikan karena Tekanan Politik

NASIONAL PEMERINTAHAN

**PRADANAMEDIA / JAKARTA – Menteri Kebudayaan Fadli Zon menanggapi tegas permintaan Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI yang mendesak agar proses penulisan ulang sejarah nasional dihentikan. Dalam pernyataannya, Fadli menegaskan bahwa penulisan sejarah merupakan proyek strategis negara yang tak semestinya dihentikan hanya karena tekanan politik.

“Apakah sejarah harus dihentikan? Ini merupakan program pemerintah, dan yang menyusun adalah para sejarawan, bukan politisi,” ujar Fadli usai menghadiri kegiatan di Djakarta Theatre, Selasa (1/7).

Fadli mengingatkan pentingnya menghargai sejarah sebagai landasan bangsa. Ia pun mengutip pesan Presiden Pertama RI, Soekarno, yang menegaskan agar bangsa Indonesia tidak pernah melupakan sejarah. “Sejarah adalah fondasi. Amanat Bung Karno jelas: Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah,” ucapnya.

Mantan Wakil Ketua DPR ini menjelaskan, proyek penulisan ulang sejarah nasional dikerjakan oleh tim akademisi dan sejarawan dari 34 perguruan tinggi di Indonesia. Penulisan dibagi berdasarkan wilayah barat, tengah, dan timur Indonesia untuk mencerminkan keragaman sejarah nasional secara menyeluruh.

Fadli juga membantah kabar adanya pengunduran diri sejarawan dari proyek ini. “Setahu saya, tidak ada sejarawan yang mundur. Tim ini terdiri dari akademisi dari berbagai kampus di seluruh Indonesia,” tegasnya.

Terkait progres penulisan, Fadli menyebut pengerjaan telah mencapai sekitar 70-80 persen, meskipun ia belum menerima naskah akhir secara langsung. “Katanya sudah sekitar 80 persen. Tapi kita akan lihat lagi nanti,” tambahnya. Ia pun menyatakan akan bertemu dengan DPR dalam waktu dekat untuk membahas kelanjutan proyek ini.

Sebelumnya, Fraksi PDI-P melalui Wakil Ketua Komisi X DPR, MY Esti Wijayati, meminta pemerintah menghentikan proyek tersebut. Ia menilai proses penulisan sejarah yang digagas Kementerian Kebudayaan memunculkan kontroversi dan ketidakpuasan di masyarakat.

“Penulisan sejarah ini telah menimbulkan polemik luas dan melukai banyak pihak. Pemerintah tidak seharusnya memaksakan sejarah versi kementerian saat ini yang bisa jadi tidak sesuai dengan fakta sejarah,” kata Esti pada Senin (30/6).

Esti juga menyinggung pernyataan kontroversial Fadli Zon terkait tragedi 1998 yang sempat memicu protes publik. Menurutnya, hal tersebut mempertegas perlunya penundaan dan evaluasi menyeluruh atas proyek penulisan sejarah ini.

“Kami telah melakukan rapat dengar pendapat dan banyak pihak yang menyampaikan keberatan terhadap proses ini. Ini bukan sekadar soal narasi sejarah, tapi juga soal kepercayaan publik terhadap prosesnya,” tambah Esti.

Di tengah silang pendapat ini, Fadli Zon tetap menegaskan bahwa sejarah harus terus ditulis dan dikaji dengan semangat objektifitas dan keterlibatan ilmuwan, bukan dalam bayang-bayang tekanan politik.

Penulisan ulang sejarah nasional merupakan langkah penting dalam membangun narasi kolektif bangsa. Namun, proses ini harus dijalankan secara transparan, akuntabel, dan melibatkan partisipasi luas dari kalangan akademisi, masyarakat sipil, dan korban sejarah—agar tak berubah menjadi sekadar proyek legitimasi kekuasaan. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *