Pradanamedia, Jakarta / 27 Juni 2025 — Kejaksaan Agung secara resmi mengajukan permintaan pencegahan ke luar negeri terhadap mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) periode 2019–2024, Nadiem Anwar Makarim. Pencegahan ini berkaitan dengan penyidikan dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbud Ristek senilai Rp9,9 triliun, yang berlangsung pada 2020 hingga 2022.
Surat permintaan pencegahan tersebut diajukan kepada Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM sejak 19 Juni 2025 dan berlaku selama enam bulan. “Benar, sejak 19 Juni 2025 untuk enam bulan ke depan. Alasannya untuk memperlancar proses penyidikan,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, Jumat (27/6).
Langkah ini diambil setelah Nadiem diperiksa sebagai saksi oleh penyidik pada Senin, 23 Juni 2025. Pemeriksaan berlangsung selama lebih dari 12 jam, dengan 31 pertanyaan yang dilontarkan, terutama terkait proses pengambilan kebijakan dan mekanisme pengadaan proyek laptop. Salah satu poin penting yang dibahas adalah rapat pada 6 Mei 2020 yang diduga menjadi momen krusial perubahan arah proyek, yang sebelumnya sempat dinyatakan tidak lolos evaluasi teknis.
“Penyidik masih mendalami sejumlah informasi dan dokumen tambahan. Rapat pada Mei 2020 diduga menjadi titik balik keputusan melanjutkan proyek yang sebelumnya direkomendasikan untuk ditunda,” lanjut Harli.
Tak hanya Nadiem, Kejaksaan juga mencegah tiga nama lain untuk bepergian ke luar negeri. Mereka adalah dua mantan staf khusus Mendikbud Ristek, Jurist Tan dan Fiona Handayani, serta seorang konsultan proyek bernama Ibrahim Anwar. Namun, Jurist Tan disebut telah lebih dahulu berada di luar negeri sebelum surat pencegahan diteruskan ke pihak imigrasi.
Pencegahan ini menjadi bagian dari upaya intensif Kejaksaan dalam menelusuri dugaan penyimpangan proyek pengadaan laptop yang semula digadang-gadang sebagai terobosan dalam program digitalisasi pendidikan nasional. Dengan nilai proyek yang sangat besar, potensi kerugian negara pun dinilai signifikan.
Kejagung menegaskan bahwa proses penyidikan akan terus dilakukan secara profesional dan terbuka, seiring meningkatnya perhatian publik terhadap kasus ini. (KN)
