**PRADANAMEDIA / JAKARTA — Universitas Trisakti melalui Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) mengusulkan agar Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memuat ketentuan tegas tentang kewajiban aparat penegak hukum, khususnya penyidik dan penyelidik, dalam menindaklanjuti laporan masyarakat dalam batas waktu tertentu.
Usulan ini disampaikan Kepala Bagian Humas dan Relasi LKBH Universitas Trisakti, Wildan Arif Husen, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (18/6). Menurut Wildan, selama ini tidak sedikit laporan terkait dugaan pelanggaran oleh penyidik atau penyelidik yang tidak segera diproses atau bahkan diabaikan.

“Perlu ada pembatasan waktu yang jelas dan mengikat, baik dalam satuan hari maupun hari kerja, untuk menjamin kepastian hukum dan prinsip due process of law. Hal ini juga penting untuk menjamin hak-hak warga negara,” kata Wildan.
Ia mengusulkan agar revisi KUHAP mencantumkan klausul yang mewajibkan atasan penyidik atau pejabat pengawas menindaklanjuti laporan masyarakat paling lambat 14 hari setelah laporan diterima. Wildan menyampaikan rumusan usulan penambahan Pasal 23 Ayat 8, yang berbunyi:
“Bilamana terjadi sebagaimana dimaksud dalam Ayat 7, atasan penyidik atau pejabat pengemban fungsi pengawasan dalam proses penyidikan wajib menindaklanjuti laporan atau pengaduan dalam waktu paling lama 14 hari sejak tanggal laporan diterima.”
Saat ini, draf revisi KUHAP yang beredar baru mengatur bahwa pelapor dapat menyampaikan laporan lanjutan kepada atasan jika dalam waktu 14 hari penyidik tidak memberikan tanggapan. Namun, belum ada kewajiban hukum bagi pejabat pengawas untuk segera memproses laporan tersebut.
“Yang ada saat ini hanya memberi ruang bagi pelapor untuk mengadukan ke atasan, tapi tidak ada kewajiban bagi atasan untuk memprosesnya dalam jangka waktu tertentu. Ini menjadi celah hukum yang patut ditutup,” tambah Wildan.
Ia pun berharap Komisi III DPR RI mempertimbangkan serius usulan ini demi memperkuat perlindungan hukum dan mempercepat respons terhadap laporan masyarakat, khususnya dalam konteks dugaan kriminalisasi atau pelanggaran oleh aparat.
“Ini bagian dari membangun sistem pelayanan hukum yang lebih akuntabel dan responsif,” tegasnya.
Sebagai informasi, RDPU ini merupakan bagian dari upaya DPR menjaring masukan publik dalam pembahasan revisi KUHAP. Sejumlah akademisi, mahasiswa, dan praktisi hukum diundang untuk memberikan pandangan. Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, dalam kesempatan yang sama menyatakan bahwa DPR telah menerima Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari pemerintah, sehingga pembahasan tingkat lanjut segera bisa dimulai. (RH)
