Manyipet: Warisan Senjata Suku Dayak yang Menyatu dalam Spirit Kompetisi di FBIM 2025

LOKAL SOSIAL BUDAYA

**PRADANAMEDIA/ PALANGKA RAYA – Lomba Manyipet menjadi salah satu magnet utama dalam rangkaian Festival Budaya Isen Mulang (FBIM) 2025. Lebih dari sekadar ajang olahraga, Manyipet adalah bentuk nyata pelestarian warisan budaya masyarakat Dayak Kalimantan Tengah yang sarat nilai sejarah dan filosofi.

Ketua Juri Lomba Manyipet FBIM 2025, Jani Saputra, menjelaskan bahwa Manyipet atau menyumpit adalah keterampilan menggunakan senjata tradisional suku Dayak yang sejak zaman dahulu digunakan untuk berburu, melindungi diri, hingga berperang.

“Salah satu alasan kenapa Manyipet tetap dilestarikan hingga kini adalah karena dulu menjadi bagian penting dalam bertahan hidup. Sekarang, kita angkat menjadi olahraga tradisional yang sarat makna,” ujar Jani saat ditemui pada Rabu (21/5).

Dalam perlombaan ini, peserta menggunakan sipet atau sumpit dari kayu sebagai alat utama, damek (anak sumpit) dari bambu, serta pelimping sebagai penyeimbang yang umumnya terbuat dari kertas atau daun palawi.

Mekanisme lomba terdiri dari lima rambahan atau babak. Pada setiap babak, peserta melepaskan lima anak sumpit ke arah papan sasaran yang berbentuk lingkaran. Penilaian dilakukan berdasarkan sistem poin, dengan nilai tertinggi 10 jika anak sumpit tepat mengenai pusat target, dan nilai terendah 1 poin.

Lomba ini diikuti oleh peserta dari 12 kabupaten/kota se-Kalimantan Tengah, baik dari kategori putra maupun putri. Meskipun ada 14 daerah yang terdaftar, hanya 12 yang mengirimkan perwakilan resmi.

Jani menyampaikan harapannya agar Manyipet tak hanya digelar saat FBIM saja, tetapi juga dijadikan agenda rutin di berbagai event daerah dan provinsi.

“Harapan kami, olahraga tradisional ini terus hidup dan makin dikenal luas oleh generasi muda, tidak hanya di Kalimantan tetapi juga secara nasional,” tambahnya.

Penyelenggaraan Manyipet dalam FBIM 2025 bukan hanya menampilkan adu ketangkasan, namun juga memperkuat identitas budaya Kalimantan Tengah. Di tengah arus modernisasi, lomba ini menjadi simbol komitmen untuk merawat nilai-nilai leluhur sekaligus mengemasnya dalam format kompetitif yang menarik generasi muda. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *