**PRADANAMEDIA/ JAKARTA – Pakar pertahanan Connie Rahakundini Bakrie akhirnya menyerahkan kembali “dokumen Rusia” kepada Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDI-P), Yoseph Aryo Adhi Dharmo. Penyerahan itu diumumkan Connie melalui akun Instagram pribadinya pada Rabu, (25/4).
Dokumen tersebut sebelumnya dititipkan oleh Sekretaris Jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto, kepada Connie untuk diamankan dan dinotariatkan di Rusia, tempat Connie menjabat sebagai Guru Besar Hubungan Internasional di Universitas Saint Petersburg. Menariknya, dokumen ini sempat menjadi perbincangan luas setelah Hasto mengklaim bahwa berisi video dan dokumen terkait skandal sejumlah petinggi negara.

Bukti Skandal dan Kriminalisasi Lawan Politik
Menurut juru bicara PDI-P, Guntur Romli, dokumen dan video yang dimaksud memuat indikasi skandal besar, mulai dari korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, hingga penggunaan aparat negara untuk tujuan politik pribadi. “Ada bukti tentang kriminalisasi lawan politik, penyalahgunaan aparat hukum demi kepentingan pribadi, hingga bukti terkait upaya memperpanjang masa jabatan presiden dan pengambilalihan partai-partai politik dengan menggunakan kasus hukum,” jelas Guntur saat dikonfirmasi pada 30 Desember 2024.
Guntur juga menambahkan bahwa Hasto telah menerima tambahan data dan analisa dari politikus PDI-P yang juga mantan Gubernur Lemhannas, Andi Widjajanto. “Sebagian besar video dan dokumen itu telah dibawa Connie ke Rusia dan sudah dinotariskan,” tambahnya.
Hasto Ditersangkakan, Dokumen Terbongkar
Penyerahan kembali dokumen ini dilakukan setelah Hasto ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan terkait pergantian antarwaktu anggota DPR 2019–2024. Penetapan tersangka ini berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) pada 23 Desember 2024.
Ketua KPK Setyo Budiyanto menyatakan bahwa Hasto bersama orang kepercayaannya diduga terlibat dalam suap eks caleg PDI-P Harun Masiku kepada eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Sebagai bentuk perlawanan terhadap dugaan kriminalisasi, Hasto disebut berniat mengungkap isi “dokumen Rusia”. Namun hingga persidangan perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 14 Maret 2025, isi detail dokumen belum juga dipublikasikan.
Fokus pada Upaya Penghancuran PDI-P
Alih-alih mengungkap skandal petinggi negara, Connie dalam acara On Point with Adisty di Kompas TV justru lebih menyoroti ancaman penghancuran terhadap PDI-P. Ia mengaku lebih fokus pada dokumen nomor 7 yang mengungkap skenario sistematis untuk menghancurkan partai berlambang banteng tersebut.
“Yang saya lebih concern itu dokumen tentang penghancuran PDI-P. Ada upaya penyusupan, penghianatan, dan rapat-rapat rahasia yang sudah terdeteksi lengkap dengan detail tempat dan pelaku,” ungkap Connie.
Connie berpendapat bahwa keberadaan partai penyeimbang seperti PDI-P sangat penting demi keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Oleh karena itu, ia merasa perlu mengembalikan dokumen tersebut agar PDI-P dapat mengambil langkah tegas.
Megawati Sudah Tahu
Ternyata, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri sudah mengetahui adanya upaya mengacak-acak partainya sejak akhir 2024. “Ketika saya sampaikan, Ibu Megawati langsung bilang, ‘Saya sudah tahu’,” tutur Connie.
Hal ini diperkuat oleh pernyataan Guntur Romli yang menyebut Megawati telah mengingatkan soal ancaman terhadap partai pada 12 Desember 2024 lalu. Menurut Guntur, kriminalisasi terhadap Hasto adalah bagian dari upaya mengacak-acak partai.
Skandal Besar Menanti Terbongkar
Connie mengaku ada dua dokumen yang membuatnya merasa ngeri, yakni dokumen nomor 7 tentang penghancuran PDI-P dan dokumen nomor 16 yang berkaitan dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Selain itu, ada pula dokumen lain yang berisi berbagai kasus korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, meski Connie belum merinci lebih lanjut.
“Yang lain terkait korupsi dan lain-lain. Semuanya sudah dinotariskan dengan tanda tangan resmi,” kata Connie.
Kini, bola panas berada di tangan PDI-P. Publik menanti apakah partai yang dipimpin Megawati akan membuka skandal besar tersebut, atau justru menyimpannya sebagai bagian dari strategi politik menghadapi situasi nasional yang semakin panas.
Isu “dokumen Rusia” ini menjadi catatan penting tentang dinamika kekuasaan dan pertarungan politik di Indonesia. Keterlibatan petinggi partai dalam penyimpanan dan pengelolaan dokumen rahasia menunjukkan betapa ketatnya perebutan kontrol atas narasi politik nasional. Transparansi, keberanian mengungkap kebenaran, dan akuntabilitas menjadi kunci agar demokrasi Indonesia tetap sehat dan tidak digerogoti dari dalam. (RH)
