PRADANAMEDIA/PALANGKA RAYA – Sidang Adat terkait perkara video parodi yang viral di media sosial Facebook, Instagram, dan TikTok, yang dinilai melecehkan Gubernur Kalimantan Tengah H. Agustiar Sabran, kembali digelar di Betang Hadurut, Kantor Dewan Adat Dayak (DAD) Palangka Raya, Jalan Temanggung Tilung, Jumat (25/4).
Sidang kedua ini dipimpin langsung oleh Damang Kepala Adat Kecamatan, yang mengecam keras video parodi yang sebelumnya diunggah oleh akun media sosial Saif Hola milik Saifullah.

“Sidang hari ini merupakan sidang terakhir yang bersifat final dan mengikat, dengan keputusan berdasarkan Pasal Hukum Adat Tumbang Anoi 1894,” tegas Wawan Embang, salah satu unsur pimpinan sidang.
Dalam video yang menjadi perkara, Saifullah tampak seolah mewawancarai Gubernur Kalteng pascapelantikan di Jakarta, namun dengan mikrofon bertuliskan “XNXX” — nama sebuah situs porno — sehingga menimbulkan kegaduhan dan kemarahan masyarakat Kalimantan Tengah.
Melalui proses persidangan, Kerapatan Adat Dayak menetapkan bahwa Saifullah bersalah karena dianggap telah melecehkan martabat Gubernur dan melanggar etika adat.
“Awalnya tuntutan dari pihak Pandawa sebesar 230 kati ramu, yang jika diuangkan sekitar Rp85 juta. Namun mempertimbangkan sikap jujur, sopan, dan kooperatif dari Saifullah, kami memutuskan dendanya menjadi Rp20 juta, jauh di bawah tuntutan awal,” ujar Wawan.
Saifullah sendiri menerima dan menghargai keputusan Dewan Adat Dayak, mengungkapkan rasa terima kasih atas kebijakan dan keringanan yang diberikan.
“Saya puas dengan putusan ini. Dewan adat bersikap bijak tanpa dilandasi kebencian, murni untuk penegakan hukum adat. Ini sebuah keputusan yang sangat saya hargai,” kata Saifullah usai sidang.
Ia juga menambahkan bahwa keringanan yang diterimanya adalah hal luar biasa, mengingat biasanya dewan adat jarang memberikan dispensasi seperti itu.
Sementara itu, Gubernur Kalimantan Tengah H. Agustiar Sabran sendiri sebelumnya telah memberikan tanggapan santai terhadap video parodi tersebut. Menurutnya, fenomena seperti itu adalah bagian dari dinamika demokrasi.
“Biasa saja, itu bagian dari demokrasi. Tidak semua orang akan senang dengan kita. Selesai saja, tidak perlu diperbesar,” ujar Agustiar saat ditemui di Palangka Raya, Selasa (22/4).
Namun, Agustiar tetap menekankan pentingnya menjaga nilai etika dan adat dalam membuat konten, mengingat Kalimantan Tengah sangat menjunjung tinggi budaya dan sopan santun.
“Kalau masih dalam batas wajar, saya tidak masalah. Tapi kalau sudah memperolokkan pemimpin, tentu beda ceritanya. Kritik yang membangun tetap kami hargai,” tandasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa kritik sebaiknya dibarengi dengan solusi konkret demi kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat. (RH)
