**PRADANAMEDIA/ PALANGKA RAYA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Palangka Raya memperkirakan bahwa puncak musim kemarau di Kalimantan Tengah (Kalteng) akan berlangsung pada bulan Juni hingga Agustus 2025. Prediksi ini berdasarkan analisis terbaru terhadap data iklim dan cuaca yang mencakup berbagai faktor penyebab musim kemarau di wilayah Indonesia.
Prakirawan Cuaca BMKG Palangka Raya, Cindy Arnelta Putri, mengimbau masyarakat serta sektor terkait untuk melakukan langkah antisipasi sejak dini demi meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh musim kering ini.
“Puncak musim kemarau 2025 di sebagian besar wilayah Indonesia, khususnya Kalimantan Tengah, diprediksi terjadi pada bulan Juni, Juli, dan Agustus,” jelas Cindy pada Senin (7/4).

Meski sebagian besar daerah diprediksi akan mengalami kemarau dalam kategori normal, terdapat sejumlah wilayah yang harus meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi kekeringan yang lebih parah dari biasanya.
BMKG menyatakan musim kemarau akan mulai melanda beberapa wilayah Indonesia sejak Mei 2025. Bersamaan dengan itu, risiko meningkatnya kebakaran hutan dan lahan (karhutla), terutama di kawasan rawan seperti Sumatera dan Kalimantan, turut menjadi perhatian serius.
Antisipasi Dini, Kunci Hadapi Dampak Kemarau
Menghadapi kemarau yang diperkirakan berlangsung lebih intens, BMKG menekankan pentingnya kesiapsiagaan lintas sektor. Bidang pertanian, lingkungan, dan pengelolaan air bersih diimbau untuk segera menyesuaikan strategi operasional mereka.
“Para petani sebaiknya menyiapkan sistem irigasi yang efisien dan mulai beralih ke tanaman yang tahan terhadap kekeringan,” ujar Cindy.
Selain itu, pemerintah daerah diminta proaktif dalam menyusun upaya mitigasi, seperti pencegahan karhutla, edukasi kepada masyarakat, serta pemantauan titik rawan kebakaran.
Sektor air bersih juga menjadi perhatian. Dengan menurunnya curah hujan, masyarakat diharapkan mulai menghemat penggunaan air dan menerapkan praktik konservasi air secara berkelanjutan.
“Masyarakat harus mengelola penggunaan air dengan bijak dan tetap mengikuti informasi cuaca yang dirilis BMKG secara rutin,” lanjut Cindy.
BMKG menegaskan bahwa kerjasama seluruh pihak, mulai dari pemerintah, dunia usaha, hingga masyarakat luas, sangat diperlukan untuk menghadapi dampak musim kemarau 2025 secara efektif.
“Dengan kesiapan yang matang, kita bisa mengurangi potensi kerugian akibat kemarau, baik secara sosial, ekonomi, maupun lingkungan,” tutupnya. (RH)
