BPOM Tarik Takjil Berformalin dan Boraks, Pastikan Keamanan Konsumen Selama Ramadan

NASIONAL PEMERINTAHAN

PRADANAMEDIA/ JAKARTA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memastikan telah menarik dari peredaran sejumlah takjil atau makanan siap saji untuk berbuka puasa yang terbukti mengandung zat berbahaya seperti formalin dan boraks. Langkah ini dilakukan guna menjamin keamanan pangan bagi masyarakat selama bulan Ramadan.

Hasil pengawasan BPOM yang dilakukan pada periode 24 Februari hingga 19 Maret 2025 terhadap 2.313 pedagang di 462 lokasi sentra penjualan takjil menunjukkan bahwa 1,09 persen dari total sampel masih mengandung bahan berbahaya. Sementara itu, 98,06 persen atau 4.862 sampel lainnya dinyatakan memenuhi syarat keamanan pangan.

Langkah Cepat BPOM Tarik Produk Berbahaya

Kepala BPOM, Taruna Ikrar, menegaskan bahwa seluruh produk takjil yang mengandung formalin dan boraks telah ditarik dari peredaran demi melindungi kesehatan masyarakat.

“Ada yang mengandung formalin, ada yang mengandung boraks. Namun, jumlahnya kecil dan sudah kami amankan dari peredaran. Saat ini, pangan yang dijual sudah lebih aman,” ujar Taruna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Sabtu (22/3).

Taruna juga mengingatkan para pedagang untuk tidak menggunakan bahan-bahan berbahaya dalam produk yang dijual. Selain itu, ia menegaskan agar pelaku usaha tidak memasukkan makanan kedaluwarsa ke dalam hampers Lebaran. Jika ditemukan pelanggaran, BPOM tidak akan ragu untuk menarik produk tersebut dari peredaran.

“Kami juga memastikan tidak ada makanan ilegal atau tidak memiliki izin edar yang beredar di pasaran. Jika ditemukan, produk tersebut akan kami tarik dan sita,” tambahnya.

Tindakan Tegas dan Ancaman Sanksi Hukum

BPOM menegaskan akan mengambil langkah tegas terhadap pelanggar, baik melalui sanksi administratif maupun proses hukum. BPOM berpegang pada dua undang-undang utama, yakni:

  1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Pasal 435 dan Pasal 436 tentang Kesehatan.
  2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

Berdasarkan regulasi tersebut, pelaku usaha yang terbukti menggunakan bahan berbahaya dalam pangan dapat dikenai denda hingga Rp 5 miliar atau hukuman penjara selama 12 tahun.

“Kami akan menindak tegas sesuai ketentuan hukum yang berlaku, karena BPOM merupakan lembaga negara yang bertanggung jawab dalam memastikan keamanan pangan masyarakat,” tegas Taruna.

Hasil Uji BPOM: Jenis Pangan yang Mengandung Zat Berbahaya

BPOM melakukan uji cepat (rapid test) di tempat penjualan takjil dan menemukan 96 sampel atau 1,94 persen dari total yang diuji tidak memenuhi standar keamanan pangan. Beberapa jenis pangan yang teridentifikasi mengandung zat berbahaya meliputi:

  • Formalin ditemukan dalam mi kuning basah, teri nasi, rujak mi, cincau hitam, dan tahu sutra.
  • Boraks terdeteksi pada kerupuk tempe, mi kuning, kerupuk nasi, kerupuk rambak, dan telur lilit.
  • Rhodamin B (pewarna tekstil yang berbahaya bagi kesehatan) ditemukan dalam delima/dalimo, kerupuk rujak mi, kerupuk merah, kerupuk mi merah, dan pacar cina pink.

Kesadaran Masyarakat Meningkat, Harapan di Masa Depan

Meskipun masih ditemukan kasus penggunaan bahan berbahaya dalam takjil, BPOM mencatat adanya tren positif dalam kesadaran pedagang dan masyarakat terhadap keamanan pangan. Taruna menyebutkan bahwa penindakan yang dilakukan di tahun-tahun sebelumnya telah memberikan efek jera bagi pelaku usaha yang nakal.

“Kami berharap di tahun depan jumlah temuan pangan takjil yang mengandung bahan berbahaya semakin menurun, sehingga masyarakat bisa lebih tenang dalam memilih makanan berbuka puasa,” harapnya.

Dengan pengawasan ketat yang dilakukan BPOM, diharapkan masyarakat dapat lebih selektif dalam membeli takjil dan selalu memilih produk yang telah terjamin keamanannya. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *