GLOBAL/ PYONGYANG – Korea Utara mengutuk keras latihan militer gabungan antara Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan yang dimulai pada Senin (10/3), dengan menilainya sebagai tindakan provokatif yang dapat memicu konflik berskala besar.
Dalam pernyataan resmi yang dikutip media pemerintah, Kementerian Luar Negeri Korea Utara menegaskan bahwa latihan ini meningkatkan ketegangan di Semenanjung Korea dan berpotensi menciptakan eskalasi militer hanya dengan satu insiden yang tidak disengaja.
“Ini adalah tindakan provokatif berbahaya yang memperburuk situasi di Semenanjung Korea dan dapat memicu konflik nyata hanya melalui satu tembakan yang tidak disengaja,” demikian pernyataan resmi pemerintah Korea Utara.

Ketegangan Meningkat Setelah Insiden Salah Tembak
Pernyataan keras Korea Utara ini muncul hanya beberapa hari setelah insiden tak terduga yang semakin memperkeruh suasana. Pada 6 Maret 2025, dua jet tempur Angkatan Udara Korea Selatan secara tidak sengaja menjatuhkan delapan bom di sebuah desa saat latihan bersama pasukan AS.
Akibat insiden tersebut, 15 orang, termasuk warga sipil dan personel militer, mengalami luka-luka, menurut laporan Badan Pemadam Kebakaran Nasional Korea Selatan. Kesalahan fatal ini menambah kekhawatiran mengenai potensi bahaya dari latihan militer gabungan di kawasan yang sudah tegang.
Latihan Freedom Shield 2025 dan Respons Korea Utara
Latihan militer gabungan yang diberi nama Freedom Shield 2025 ini melibatkan berbagai skenario, termasuk pelatihan langsung, simulasi virtual, dan latihan berbasis lapangan. Menurut kantor berita AFP, latihan ini dijadwalkan berlangsung hingga 21 Maret 2025.
Seoul dan Washington menyatakan bahwa latihan tersebut bertujuan meningkatkan kesiapan pertahanan terhadap ancaman eksternal. Namun, Pyongyang menganggapnya sebagai persiapan untuk invasi, sebuah tuduhan yang telah mereka lontarkan berulang kali setiap kali latihan semacam ini dilakukan.
Sebagai respons atas latihan militer tersebut, Korea Utara kerap melakukan uji coba rudal sebagai unjuk kekuatan. Pada tahun 2024, Pyongyang beberapa kali meluncurkan rudal balistik, yang memicu kecaman global karena dianggap melanggar sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Hubungan Semakin Memburuk, Perang Bisa Pecah Kapan Saja
Hubungan antara Korea Utara dan Korea Selatan terus mengalami kemunduran dalam beberapa tahun terakhir. Situasi semakin kompleks setelah serangkaian uji coba rudal balistik oleh Pyongyang, yang dianggap sebagai langkah demonstratif terhadap tekanan internasional yang meningkat.
Secara teknis, kedua negara masih berada dalam kondisi perang karena Perang Korea tahun 1950-1953 hanya berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai. Kehadiran puluhan ribu tentara AS di Korea Selatan juga terus menjadi faktor pemicu ketegangan dengan Korea Utara.
Dalam pernyataan terbaru pada Senin, Kementerian Luar Negeri Korea Utara menyebut latihan Freedom Shield sebagai “latihan perang yang agresif dan konfrontatif.”
Sebelumnya, Pyongyang juga mengecam kehadiran kapal induk Angkatan Laut AS di pelabuhan Busan, Korea Selatan, yang dianggap sebagai bentuk provokasi politik dan militer terhadap stabilitas kawasan.
Dengan ketegangan yang terus meningkat dan risiko eskalasi militer yang semakin nyata, situasi di Semenanjung Korea masih menjadi perhatian utama dunia internasional. (RH)
