Rodrigo Duterte Ditangkap: Mantan Presiden Filipina Dihadirkan ke ICC atas Dugaan Kejahatan Kemanusiaan

HUKAM INTERNASIONAL

GLOBAL/ MANILA – Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, resmi ditangkap oleh kepolisian di Manila, Selasa (11/3). Penangkapan ini dilakukan berdasarkan surat perintah dari Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) yang menjeratnya atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan, terkait kebijakan kerasnya dalam perang melawan narkoba.

Menurut laporan AFP, ICC menuding Duterte bertanggung jawab atas ribuan pembunuhan yang terjadi selama pemerintahannya. Kelompok-kelompok hak asasi manusia memperkirakan bahwa puluhan ribu orang, sebagian besar dari kalangan miskin, tewas di tangan aparat dan warga sipil tanpa bukti kuat keterlibatan mereka dalam peredaran narkotika.

“Pada dini hari, Interpol Manila menerima salinan resmi surat perintah penangkapan dari ICC,” ungkap Istana Kepresidenan dalam sebuah pernyataan resmi.

Ditahan Setelah Pulang dari Hong Kong

Duterte ditangkap sesaat setelah mendarat di Bandara Internasional Manila usai melakukan kunjungan singkat ke Hong Kong. Dalam pidatonya di hadapan ribuan pekerja migran Filipina di sana pada Minggu sebelumnya, ia mengecam penyelidikan yang dilakukan ICC. Meski demikian, ia menyatakan akan menerima penangkapan tersebut jika itu memang sudah menjadi bagian dari takdirnya.

Saat ini, Duterte berada dalam tahanan pihak berwenang. “Mantan presiden beserta kelompoknya dalam kondisi baik dan sedang menjalani pemeriksaan kesehatan oleh tim medis pemerintah,” lanjut pernyataan resmi tersebut.

Dinamika Hukum: Filipina vs ICC

Penangkapan Duterte menimbulkan kembali ketegangan antara pemerintah Filipina dan ICC. Pada tahun 2019, Filipina secara resmi keluar dari keanggotaan ICC atas instruksi Duterte. Namun, pengadilan tersebut tetap menyatakan memiliki yurisdiksi atas dugaan kejahatan yang terjadi sebelum keputusan mundur itu diambil. Selain kebijakan perang narkoba, ICC juga menginvestigasi dugaan pembunuhan yang terjadi di Davao ketika Duterte masih menjabat sebagai wali kota di kota tersebut.

Pada September 2021, Filipina sempat membuka penyelidikan internal terhadap operasi anti-narkoba yang menyebabkan banyak korban jiwa. Namun, investigasi ini dihentikan hanya dalam dua bulan dengan alasan pemerintah sedang meninjau ulang ratusan kasus terkait. ICC kemudian melanjutkan penyelidikannya pada Juli 2023, setelah panel hakim menolak keberatan Filipina terkait yurisdiksi pengadilan tersebut.

Meskipun Presiden Filipina saat ini, Ferdinand Marcos Jr., secara tegas menyatakan bahwa pemerintahannya tidak akan bekerja sama dengan ICC, Wakil Menteri Komunikasi Kepresidenan Claire Castro menyebutkan bahwa jika Interpol meminta bantuan resmi, maka pemerintah memiliki kewajiban untuk menindaklanjutinya.

Penangkapan ini menandai babak baru dalam dinamika hukum dan politik Filipina, serta membuka kembali perdebatan mengenai kebijakan keras Duterte dalam menanggulangi narkotika yang hingga kini masih menuai kontroversi. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *