Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalimantan Tengah, Joni Harta, mengungkapkan bahwa berdasarkan pemantauan satelit oleh Tim Lingkungan Hidup RI, ditemukan kerusakan lahan seluas sekitar 41.000 hektare di Desa Hampalit, Kecamatan Katingan Hilir. Kunjungan ini merupakan yang pertama sejak Menteri Lingkungan Hidup dilantik, dengan fokus utama meninjau dampak aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI).

“Di lokasi ini, banyak aktivitas PETI yang menyebabkan kerusakan lingkungan, terutama pada topografi lahan dan tutupan vegetasi. Namun, untuk memastikan adanya pencemaran lingkungan, khususnya pencemaran air akibat merkuri, diperlukan pengambilan sampel dan uji laboratorium,” ujar Joni, Selasa (4/2).
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah telah merancang langkah-langkah strategis untuk menangani masalah ini, termasuk bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Katingan dalam pemantauan lingkungan dan rehabilitasi lahan yang terdampak. Selain itu, pemerintah juga akan memperkuat penegakan hukum guna meminimalisir aktivitas PETI dengan melibatkan TNI, Polri, Gakkum KLH, BPLH, Pemda, serta Kementerian ESDM.

“Kami berharap adanya kerja sama antara Kementerian Lingkungan Hidup, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, Pemerintah Kabupaten Katingan, serta aparat penegak hukum dalam menangani permasalahan ini hingga tuntas,” tambahnya.
Sebagai bentuk keseriusan dalam menangani pencemaran merkuri, Pemprov Kalteng telah menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) No. 02 Tahun 2022 tentang Rencana Aksi Daerah Pengurangan dan Penghapusan Merkuri. Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden (Perpres) No. 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri. Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Katingan juga telah mengeluarkan Peraturan Bupati No. 44 Tahun 2023 mengenai rencana aksi daerah yang sama.
Berdasarkan catatan historis, Desa Hampalit sebelumnya merupakan lokasi tambang emas yang dikelola oleh PT Ampalit Mas Perdana sejak 1990-an. Namun, sebelum perusahaan tersebut beroperasi, masyarakat pendatang sudah lebih dulu melakukan aktivitas penambangan emas secara tradisional. Setelah PT Ampalit Mas Perdana menghentikan operasionalnya, beberapa perusahaan pasir kuarsa atau zircon mulai berperan sebagai pengepul emas dari para penambang liar.
Dengan semakin meningkatnya aktivitas PETI yang berdampak pada kerusakan lingkungan di Desa Hampalit, pemerintah berharap bahwa melalui kebijakan tegas dan upaya kolaboratif, permasalahan ini dapat segera diselesaikan. (RH)
