
Jakarta – Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2025 yang diselenggarakan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada Sabtu (1/2) berlangsung tanpa kehadiran Dewan Pers (DP). Ketidakhadiran DP menjadi sorotan, mengingat dualisme kepemimpinan di tubuh PWI yang belum terselesaikan antara kubu Hendry CH Bangun dan Zulmansyah Sekedang.
Dewan Pers mempertanyakan keabsahan PWI sebagai organisasi wartawan yang sah, mengingat konflik internal yang berkepanjangan. Meskipun tanpa restu DP, HPN tetap berjalan dengan dukungan penuh dari kubu PWI hasil Kongres Luar Biasa (KLB).
Sorotan Anggaran dan Transparansi Dana HPN
Selain polemik kepengurusan, HPN tahun ini kembali diwarnai isu transparansi dana. Sejumlah daerah dilaporkan mengeluarkan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) untuk membiayai wartawan yang berpartisipasi dalam acara tersebut. Tak hanya itu, beberapa pihak juga disebut mengajukan proposal dana kepada pejabat dan perusahaan daerah untuk mendukung penyelenggaraan HPN.
Praktik seperti ini bukan hal baru dalam perayaan HPN, namun tetap menjadi perdebatan terkait akuntabilitas penggunaan dana publik dan sponsor. Isu ini semakin diperparah dengan dugaan gratifikasi dan pungutan liar yang melibatkan sejumlah pejabat dan wartawan.
Dewan Pers Ambil Sikap Tegas
Sikap tegas Dewan Pers terhadap PWI telah ditunjukkan sebelumnya dengan melarang organisasi tersebut menggunakan kantor di Gedung Dewan Pers dan menghentikan kegiatan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang dikelola PWI. DP menegaskan bahwa status legalitas PWI masih dalam tanda tanya, meskipun Kementerian Hukum dan HAM telah mengakui kepengurusan Hendry CH Bangun.
Dengan absennya Dewan Pers dari HPN 2025, ketegangan di dunia pers Indonesia semakin mencuat. Di satu sisi, PWI tetap menggelar peringatan HPN meski tanpa dukungan penuh dari badan pengawas pers resmi. Di sisi lain, isu aliran dana dan transparansi anggaran terus menjadi perhatian.
Situasi ini memunculkan pertanyaan besar mengenai masa depan organisasi pers di Indonesia. Apakah Dewan Pers dan pemerintah akan segera mengambil langkah konkret untuk mengatasi perpecahan ini? Atau justru konflik internal ini akan terus berlarut, mengancam independensi dan kredibilitas dunia pers di tanah air? (KN)
