
Jakarta – Rampai Nusantara menilai bahwa simbol Garuda Biru, yang saat ini marak sebagai bentuk perlawanan terhadap keputusan Badan Legislasi DPR RI, tidak mencerminkan perlawanan rakyat yang sesungguhnya. Menurut Rampai Nusantara, simbol tersebut lebih merupakan manifestasi dari kepentingan politik tertentu daripada representasi nyata dari aspirasi rakyat.
Ketua Umum Rampai Nusantara, Mardiansyah, menegaskan bahwa situasi ini tidak akan terjadi jika Mahkamah Konstitusi (MK) tidak terlibat dalam kepentingan politik yang membuat keputusan yang bisa dimanfaatkan oleh kelompok tertentu. Jika MK tidak terjebak dalam politik, Garuda Biru mungkin tidak akan ada. saat ditemui hari ini 22/8/2024.
Menurut Mardiansyah, MK memutuskan hal yang berbeda dari yang diajukan oleh Partai Buruh dan Gelora, yaitu bahwa keputusan tersebut hanya berlaku untuk partai yang tidak mendapatkan kursi. Namun, MK malah membebaskan aturan tersebut. Ini, menurutnya, menyebabkan kebingungan dalam sistem Pemilu dan menunjukkan bahwa MK terlibat dalam politik, sementara DPR RI, sebagai lembaga politik, telah meluruskan keputusan MK dengan menambahkan ketentuan bahwa keputusan tersebut hanya berlaku untuk partai yang tidak memiliki kursi parlemen.
Mardiansyah menilai bahwa langkah DPR RI adalah tindakan yang tepat dan benar, karena mereka meluruskan permasalahan yang ditimbulkan oleh keputusan MK. Sementara itu, MK seharusnya tidak terlibat dalam politik, sedangkan DPR RI, sebagai lembaga politik, memang sewajarnya melakukan tindakan politik sesuai dengan kepentingannya. Ia berpendapat bahwa keputusan MK yang memicu reaksi ini telah dimanfaatkan oleh partai besar untuk menyebarluaskan ketidakpuasan mereka kepada masyarakat melalui simbol Garuda Biru, yang seolah-olah menjadi suara aspirasi rakyat.

Dia juga menilai bahwa respons dari kelompok yang merasa dirugikan oleh keputusan Baleg DPR RI merupakan upaya untuk membentuk sentimen perlawanan terhadap Presiden Jokowi dan Prabowo beserta koalisinya. Mardiansyah yakin bahwa masyarakat Indonesia mampu membedakan dan tidak akan terpengaruh oleh kepentingan politik kelompok tertentu. Ia berharap agar semua pihak menghargai kewenangan masing-masing lembaga dan tidak melakukan perlawanan jalanan hanya karena ketidakcocokan kepentingan.

Sebagai aktivis 98, Mardiansyah merasa aneh jika MK yang terlibat dalam politik dipertahankan secara ekstrem, sementara DPR RI, yang seharusnya berpolitik, malah dihujat. Menurutnya, hal ini merusak logika dan menunjukkan adanya kepentingan politik semata. (AD)