Jakarta – Setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan sejumlah ASN dan pegawai bank, mereka juga memeriksa Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor, di Gedung Merah Putih, Jakarta, selama lebih dari lima jam pada Jumat (17/2/2024). Usai pemeriksaan, Muhdlor enggan memberikan komentar terkait kasus pemotongan insentif pajak dan retribusi di Pemkab Sidoarjo yang melibatkan namanya.
Muhdlor tiba pada pukul 07.20 WIB dan mulai diperiksa pukul 09.00 WIB setelah dijemput penyidik KPK dari ruang tunggu. “Saya sudah berusaha memberikan kesaksian sejujur-jujurnya,” katanya setelah keluar dari ruang pemeriksaan pada pukul 14.30 WIB, namun ia menolak menjelaskan pertanyaan yang diajukan oleh penyidik, hanya menyebutkan bahwa banyak pertanyaan yang diajukan.
Saat ditanya tentang dugaan aliran dana, terutama yang disebutkan oleh Siska Wati—tersangka dalam kasus ini—Muhdlor menjawab tegas bahwa tidak ada aliran uang tersebut. Dia mengalihkan pembicaraan dengan memberikan pandangannya mengenai pentingnya transparansi dalam pengelolaan keuangan di lingkungan Pemkab Sidoarjo.
Kemarin, Kepala BPPD Sidoarjo, Ari Suryono, juga diperiksa dan tidak memberikan komentar saat meninggalkan gedung KPK. Ali Fikri, Kabag Pemberitaan KPK, menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap Muhdlor bertujuan untuk meminta keterangan, terutama terkait pemotongan insentif pajak.
KPK juga merencanakan pemeriksaan terhadap tiga saksi lain dalam kasus yang sama, termasuk ASN Pemda Sidoarjo dan pihak swasta. Sebelumnya, pada 29 Januari, KPK telah menetapkan Siska Wati sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemotongan insentif pegawai di BPPD Sidoarjo.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, menjelaskan bahwa penetapan tersangka Siska Wati berawal dari laporan masyarakat tentang dugaan pemotongan insentif. Berdasarkan informasi tersebut, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Sidoarjo dan mengamankan uang tunai sekitar Rp 69,9 juta serta dugaan penerimaan dana sekitar Rp 2,7 miliar selama tahun 2023.
Kasus ini bermula ketika pendapatan pajak BPPD Sidoarjo mencapai Rp 1,3 triliun pada 2023, di mana ASN berhak mendapatkan insentif. Namun, Siska Wati selaku bendahara melakukan pemotongan secara sepihak, mengumpulkan potongan antara 10-30 persen. Penyerahan uang dilakukan secara tunai, dan Siska berhasil mengumpulkan potongan dana insentif mencapai Rp 2,7 miliar. Tersangka Siska Wati dijerat dengan pasal terkait pemberantasan tindak pidana korupsi. (KN)
