Budi Arie dan Projo Merapat ke Prabowo: Dari Loyalis Jokowi ke Strategi “Survival Mode” di Era Baru

NASIONAL POLITIK
Bagikan Berita

PRADANAMEDIA / JAKARTA – Langkah politik Budi Arie Setiadi bersama kelompok relawan Projo memasuki babak baru. Setelah lebih dari satu dekade dikenal sebagai salah satu motor pendukung utama Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), Budi Arie kini secara terbuka menyatakan keinginannya bergabung dengan Partai Gerindra yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto.

Pernyataan itu disampaikan langsung dalam Kongres ke-3 Projo di Hotel Sahid, Jakarta, Baru-baru ini. Dalam forum tersebut, Budi Arie meminta restu kepada para relawan untuk mengambil langkah politik bergabung ke Gerindra.

“Saya meminta izin kepada seluruh anggota Projo untuk saya bergabung ke Partai Gerindra,” ujar mantan Menteri Komunikasi dan Informatika yang baru dicopot dari kabinet pada 8 September lalu.

Budi Arie mengklaim bahwa keputusannya mendapat dukungan penuh dari para anggota Projo. “Ya, menyerahkan sepenuhnya kepada saya untuk mengambil langkah-langkah untuk bergabung dalam Partai Gerindra,” tambahnya.

Gerindra Buka Pintu

Menanggapi pernyataan tersebut, Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menyatakan keterbukaan partainya terhadap siapa pun yang ingin bergabung.
“Kalau Gerindra siap menerima gelombang besar dari mana pun. Namanya aspirasi, tentu kita pertimbangkan untuk diakomodasi,” ucap Dasco.

Meski demikian, Budi Arie menegaskan bahwa langkahnya bukan bentuk perpisahan dari Jokowi. Ia meminta media tidak membingkai narasi seolah terjadi perpecahan.
“Sejarah Projo adalah sejarahnya Bapak Jokowi. Selama sepuluh tahun, dari 2014 hingga 2024, kami berjalan bersama beliau. Jadi jangan ada framing yang mengadu domba,” ujarnya menegaskan.

Analisis: Strategi Bertahan di Era Prabowo

Menurut Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies (IPS), Nyarwi Ahmad, manuver politik Budi Arie dan Projo merupakan bentuk strategi bertahan atau “survival mode” di tengah perubahan kekuasaan.

“Ini langkah pragmatis dan taktis. Budi Arie dan Projo ingin tetap eksis di lingkar kekuasaan setelah era Jokowi berakhir,” kata Nyarwi.

Ia menambahkan, langkah tersebut menunjukkan watak pragmatisme politik relawan yang cenderung berpihak kepada kekuasaan ketimbang pada nilai atau ideologi tertentu.
“Kalau yang berkuasa Jokowi, mereka ikut Jokowi. Kalau yang berkuasa Prabowo, mereka ikut Prabowo. Ini yang membuat banyak pihak mengkritisi arah politik Projo,” ucapnya.

Padahal, lanjut Nyarwi, Projo sebenarnya memiliki opsi lain untuk tetap bersama garis politik Jokowi, misalnya dengan bergabung ke Partai Solidaritas Indonesia (PSI), partai yang kini diasosiasikan dekat dengan Presiden ke-7 RI tersebut.
“Idealnya kan begitu, karena semangat membesarkan PSI dari Jokowi sangat besar. Tapi Budi Arie tampaknya memilih jalan lain,” imbuhnya.

Upaya Satukan Jokowi dan Prabowo

Sementara itu, Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menilai langkah Budi Arie sebagai bentuk upaya mencari pijakan baru dengan cara merapat ke kubu Prabowo. Sedangkan Hendri Satrio (Hensa) menilai manuver itu bagian dari strategi “menyusupkan pengaruh Jokowi” ke Gerindra.

Menanggapi analisis para pengamat, Budi Arie memilih untuk tidak banyak berkomentar.
“Saya kan bukan komentator. Kalau orang mau berpendapat, silakan saja. Yang pasti, Projo bertekad menyatukan Prabowo dan Jokowi, karena itu baik untuk bangsa,” ujarnya.

Budi Arie juga menegaskan bahwa orientasi Projo bukan pada sosok semata, melainkan pada upaya menjaga kesinambungan pembangunan nasional.
“Sikap kita sederhana: menjaga agar bangsa ini tetap stabil dan bersatu,” tandasnya. (RH)


Bagikan Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *